Makna atau arti dari Ulos:
1- Mangiring: Ulos ini mempunyai ragi saling iring beriring, melambangkan kesuburan dan kesepakatan.Ulos ini sering dipakai sebagai parompa (menggendong anak) dengan harapan agar mendapat anak lagi anak yang digendong.
Dan ulos ini juga diberikan kepada boru yang baru berumah tangga dengan harapan sianak segera mempunyai keturunan (anak), cara memakaikannya adalah : pinartalitali atau di sinampesampehon. Juga ulos dapat dipakai sebagai tali-tali (detar) bagi laki-laki dan untuk wanita disebut saong atau tudung. Sedang pada saat paapeho goar ulos ini dapat dipakai sebagai bulang-bulang.
2- Mangiring Pinarsunsang: dipakai ulos ini apabila ada dalam keluarga marsisuharan partuturan, sebagai contoh dulunya dia adalah Hula-hula menjadi Parboruan (Pinarhulahula hian gabe pinarboru). Jadi Ulos ini diberikan kepada penganten atau parompa dari anaknya, sewaktu memberikan ulos ini selalu diiringi dengan umpama sbb: “ Rundut biur ni eme mambahen tu porngisna, masijaitan andor nigadong mambahen tu ramosna.”
3- Bintang Maratur : Ulos ini raginya menggambarkan jejeran Bintang yang teratur, Jejaran bintang ini menggambarkan orang yang patuh ,rukun seia sekata dalam ikatan kekeluargaan juga dalam sidangonon (kekayaan)atau hasangapon ( kemuliaan) tidak ada yang timpang. Semuanya berada dalam tingkatan yang rata-rata sama. Leluhur (omputa sijolojolo tubu) pernah berkata bahwa “Ulos siboru Habonaran, Siboru Deak Parujar, mulani panggantion dohot parsorhaon,pargantang pamonori na so boi lobinaso boi hurang. maka ulos itu disebut adalah: Bintang maratur (marotur), Siatur maranak, siatur marboru, siatur hagabeon, siatur hamoraon., bagi orang yang mau memintaknya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Oleh karena itu didalam menyampaikan ulos ini sering diiringi dengan Kata-kata sbb: “ Ulos bintang marotur do on, asa sai anggiat ma diatur jala dilehon Tuhanta yang Maha pengasih (Debata parasi ro ha) di hamu hagabeon dohot pansamotan, asa ro nian angka i di tingki na lehet, diombas na denggan jala mambahen tua dihamu”. Kalau ulos ini jadi Parompa untuk diuloskan maka dikatakanlah sbb: “ Ia ulos on bintang marotur do, asa sai anggiat ma diparbisuhi Tuhanta Yang Maha Pengasih (debata Parasi ro ha) I hamu manogunogu jala mangatur dakdanakon dohot angka tinodohonna na naeng ro dope, sai gabe jolma na olo aturon ma ibana jala ibana sandiri gabe jolma n malo mangatur angka tinodohonna, tu hadengganon dohot harentaon.”.
4- Ulos Godang: kadang disebut juga ini adalah “Sadum- Angkola”, memang diakui Ulos ini sangat bagus dan Cantik harganyapun termasuk mahal dan lebih mahal dari Ragidup meskipun derajatnya lebih rendah dari Ragidup. Ulos ini sering diuloskan kepada anak kesayangan, filsafat dari ulos ini adalah sbb: Agar harapan kepada anak yang diulosi dapat seperti nama ulos tersebut “Ulos Godang” dihari kemudian dan memberi kebaikan atau dapat menyenangkan keluarga dekat dan teman-temannya, kerna perbuatan baiknya itu maka anak tersebut mendapat berkah dari Tuhan.
5- Ulos Ragihotang : Pada zaman dahulu rotan (hotang) adalah tali pengikat sebuah benda yang sangat kuat dan ampuh. Inilah yanglambangkan oleh ragi tersebut, oleh karena itu ulos ini diberikan kepada pengantin disebut sebagai „ulos Hela“. Dengan pemberian ulos ini maka maksudnya adalah agar ikatan batin kedua pengantin dapat teguh dan kokoh seperti rotan. Dan cara memberikannya pada kedua pengantin ial;ah disampirkan dari sebelah kanan pengantin, ujungnya dipegang dengan tangan kanan laki-laki, dan ujung sebelah kiri dipegang tangan kiri pengantin perempuan lalu disatukan ditengah dada seperti terikat. Umumnya ulos ini sering dipergunakan masyarakat Batak karena kharisma yang dimilikinya, Ulos Ragi Hotang yang baik namanya adalah “ Potir si na gok”.
6- Ulos Sitolu (n) Tuho: Disebut sitoluntuho, karena raginya berjejer tiga merupakan tuyho atau tugal (yang biasanya dipakai untuk melonangi tanah menanam benih). Ini adalah ulos yang sesuai dengan simbol Dalihan natolu. Jadi kalau ulos ini diuloskan kepada penganten atau untuk paropa diiringi dengan : “Manat mardongan tubu, elek marboru, somba marhulahula”, dan ditambahi dengan kata-kata lain, atu umpasa yang sesuai dengan tujuan atau kepada siapa dan dalam rangka apa pemberian ulos itu, apakah untuk memberi pasu-pasu agar saling mencintai dan sampai hari tuanya, untuk pasu-pasu Hagabeon, atau untuk pasu-pasu pansamotan. Juga ulos ini diberikan oleh Hulahula kepada pihak boru yang masih terhitung jauh maka disebut “ulos panoropi“
7- Bolean : Ulos ini sering diberikan kepada anak atau keturunanya yang sedang mengalami kemalangan/kesulitan sebagai penghiburan (mangapuli).
8- Sibolang : dulu namanya “siBulang”. Dahulu Ulos ini diberikan sebagai penghormatan kepada orang pantas di hormati karena berjasa. Kalau sekarang diberikan untuk mangulosi Hela maka diberilah namanya “Ulos Pansamot”, dengan harapan kepada yang diulosi, agar dapat menjadi tempat pengaduan. Juga ulos ini sering juga dibuat untuk menghadapi adat kepada yang meninggal, juga dibuat sebagai “tujung” bagi janda atu duda (namabalu). Dengan kata lain ulos ini dapat dipergunakan untuk suka cita dan duka cita, kalau ulos dipergunakan untuk duka cita biasanya dipilih yang warnanya hitam menonjol, sedangkan untuk suka cita diberikan yang berwarna putihnya menonjol. Dalam acara duka cita ulos yang berwarna hitamnya menonjol paling sering dipergunakan untuk “ulos saput“. Sedang dalam perkawinan ulos ini dipergunakan sebagai tutup ni Ampang, dan ulos yang warna putih menonjol digunakan dengan menyandangkan disebut „ulos Pamotari“.
9- Ragidup : Membuat Ulos ini memang sangat sulit dan rumit, dan ulos ini termasuk ulos yang bernilai tinggi atau mempunyai kelas, karena bila diperhatikancorak ulos ini sepertinya hidup, dan ada juga mengatakan ulos ini sebagai “simbol ni ngolu” . oleh karenanya Orang Batak tidak takut miskin asal bisa hidup seperti dikatakan umpasa; “ Agia lapalapa asal ditoru sobuan, agia pe malapalap asal ma di hangoluan; Ai sai naboi do partalaga gabe parjujuon.” Karena ulos ini termasuk istimaewa maka semua bagian-bagian dari ulos ini mempunyai makna seperti:
1- Dua sisinya boleh dikatakan sebagai batas, yang berarti bahwa ada batis didunia ini.
2- Diantara sisi dua itu ada tiga bagian yaitu bagian tengah dari yang tiga itu disebut “badan” sedangkan yang dua lagi bagian ujung (hampir sama bentuknya) disebut “inganan ni na pi narhalak baoa, sedang yang satu lagi adalah inganan ni napinarhalak ni boru.” Badan warnanya “merah pangko birong” bentuknya dan bergaris-garis putih (“honda”, sedangkan nadiparhalak baoa dan nadiparhalak boru sebagai simbol hagabeon mendapat anak dan boru dan didalamnya terdapat juga
3 bunga (Gorga) yang dinamakan : 1- “Antinganting” sebagai simbol kekayaan. 2- “Sigumang” sebagai simbol ketekunan dan kemakmuran , karena Sigumang adalah hewan yang termasuk rajin dan tekun. 3- “Batu ni ansimun” sebagai simbol kesehatan sebagai mana yang sering disebut “ Ansimun sipalambok, tawar sipangalamuni.” Karena Ulos ini adalah ulos yang sangat berarti dan bermakna maka untuk membeli atau mendapatkan ulos ini harus hati hati , semua bentuk ataupun gorga yang ada di ulos itu sangat menentukan oleh karenanya ulos itu haru mempunyai syarta sbb: 1- Harus Terang dan bersih (tio/torang) dilihat ulos tersebut. 2- Harus rapi tenunannya. 3- Harus ganjil bilangan “honda”. 4- harus tepat bilangan “ipon” nya. (yaitu beberapa ragi bunga yang posisinya ada diantara “ Sigumang” dengan “Batu ni ansimun”.
Ragi Idup Silindung.tipe ragi idup dari daerah Silindung (Tarutung).Dalam system kekeluargaan orang Batak. Kelompok satu marga ( dongan tubu) adalah kelompok “sisada raga-raga sisada somba” terhadap kelompok marga lain.
Ada pepatah yang mengatakan “martanda do suhul, marbona sakkalan, marnata do suhut, marnampuna do ugasan”, yang dapat diartikan walaupun pesta itu untuk kepentingan bersama, hak yang punya hajat (suhut sihabolonan) tetap diakui sebagai pengambil kata putus (putusan terakhir).Dengan memakai ulos ini akan jelas kelihatan siapa sebenarnya tuan rumah.
10- Ragidup silinggom : Perbedaan Ragidup Silinggom dengan Ragidup yang biasa adalah warna/bentuknya holom (linggom) karena itu disebut Rgidup siLinggom, Ulos ini diberikan kepada anak yang mempunyai pangkat (kekuasaan) Filsafatnya “ agar dapat berlindung pada orang yang diberikan ulos, bagi orang yang lemah dan miskin, kalau ini dipenuhi oleh yang mendapatkan ulos maka dianya akan mendapat pasu-pasu dari Tuhan. Dan ulos ini jarang dijual belikan kalaupun ingin mendapatkannya harus dipesan kepada partonun. Ulos ini sekarang sering diberikan kepada pejabat yang sedang berkunjung kedaerah.
11- Ulos surisuri togutogu : Ada keistimewaan ulos ini rambu-rambunya tidak dipotong bahkan dia terus bersambung (mardomu), jadi layaknya seperti sarung, karena itu memakaikannya harus disarungkan, oleh karena itu ulos ini sering disebut “ulos Lobulobu” dengan arti biar masuk segala yang baik kerumah orang yang memakainya. Kalau ulos ini dipakai anak gadis untuk menggendong adiknya (ibotonya) sering dia bersenandung sbb: “ Ulos lobulobu, marrambu ho ditongatonga, tibuma ho ito dolidoli, jala mambahen silasni roha.”
Tetapi kalau yang digendongnya adalah adiknya perempuan maka senandungnya adalah sbb : “ Ulos lobulobu, marrambu ho ditongatonga, sinok mamodom ho anggi, suman tu boru ni namora.”
12- Ulos Jungkit : Ulos ini disebut ulos na ni dondang atau ulos purada. Purada atau permata merupakan penghias dari ulos tersebut. Dahulu ulos ini dipakai oleh para anak gadis dari keluarga Raja-raja merupakan hoba-hoba yang dipakai hingga batas dada. Juga pada waktu menerima tamu pembesar atau pada waktu kawin. Dahulu Purada atau permata ini dibawa oleh saudagar dari India lewat pelabuhan Barus, akan tetapi pada pertengahan abad XX ini, permata tersebut tidak lagi diperdagangkan maka bentuk permata dari ragi ulos tersebut diganti dengan cara manjungkit benang ulos tersebut. Ragi yang diperoleh hampir mirip dengan kain songket buatan Rejang dan lebong, karena proses pembuatannya yang sangat sulit menyebabkan ulos ini merupakan barang langka sehingga kedudukannya diganti dengan kain songket tersebut. Inilah sebabnya baik didaerah leluhur siraja Batakpun pada waktu acara perkawinan kain songket ini dipakai pengganti ulos na didondang. Ini salah satu bukti bahwa nilai ulos sudah pudar bagi orang Batak
13- Ulos Jugia : Ulos disebut juga “ulos na so ra pipot“ atau Pinunsan. Biasanya disimpan di „parmonang-monang“ sebagai ulos komitan. Menurut kepercayaan lama ulos ini tidak dapat dipakai sembarang orang kecuali orang yang sudah saur matua (mempunyai cucu dari anaknya laki-laki dan anaknya perempuan). Selama masih ada anaknya yang belum kawin atau belum punya keturunan, walaupun telah mempunyai cucu dari anak laki-laki dan anak perempuan biasanya masih sungkan untuk memakai ulos Jugia ini. Hanya orang yang disebut “na gabe” yang berhak memakai ulos ini karena ukuran hagabeon dalam adat Batak bukanlah ditinjau dari kedudukan satau pangkat melainkan keturunannya apakah semua sudah “hot ripe”.Beratnya aturan pemakaian jenis ulos ini menyebabkan ulos ini merupakan benda langka hingga banyak orang yang tidak mengenalnya. Ulos Jugia sering merupakan barang warisan orang tua kepada anaknya karena nilainya sama dengan Sitoppi ( emas yang dipakai oleh isteri Raja-raja pada waktu pesta).
14- Ulos Runjat: Ulos ini biasanya dipakai oleh orang-orang kaya atau orang terpandang sebagai ulos edang-edang (pada waktu pergi keundangan). Ulos ini dapat juga diberikan kepada pengantin oleh keluarga dekat menurut versi (tohonan) Dalihan Na Tolu diluar husuhutan Bolon.
Misalnya oleh Tulang, Pariban dan Paramai.. Juga ulos Runjat ini dapat diberikan pada waktu mangupa-upa atau ulaon si las ni roha(acara gembira). Ulos Ragidup, ulos Jugia, Ragi Hotang,Ulos Sadum, dan ulos Runjat boleh dikatan jenis ulos homitan (simpanan) yang hanya kelihatan pada waktu tertentu saja. Karena ulos ini jarang dipakai , hingga tidak perlu dicuci. Ya cukup dijemur di siang hari pada waktu bulan purnama (tula)
15- Ulos Surisuri Ganjang: Ulos ini bernama ulos surisuri. Karena raginya berbentuk sisir yang memanjang maka dinamakan ulos surisuri ganjang. Dahulu ulos ini dipergunakan sebagai ampe-ampe/hande-hande .
Pada waktu margondang ,ulos ini dipergunakan oleh pihak hulahula untuk manabei pihak borunya. Karena ulos ini sering juga disebut ulos sabe-sabe. Ada keistimewaan ulos ini yaitu ukuran panjang melebihi ulos biasa, dan bisa dipakai sebagai ampe-ampe bila dipakai dua lilit pada bahu kiri dan kanan sehingga kelihatan ssipemakai sepertinya memakai dua ulos.
Aturan-aturan tentang pemberian Ulos:
Berbicara adat Batak maka Ulos membawa peranan besar, jadi dalam setiap upacara adat Batak maka Prinsip Dalihan Natolu berlaku dengan demikian Ulos sebagai sarana Hula-hula memberi pasupasunya kepada hasuhutan .
Pihak mana yang memberi Ulos dan kepada siapa diberi Ulos diantara suku Batak ada beberapa perbedaan, seperti didaerah Toba, Simalungun, dan Karo yang memberi Ulos adalah pihak Hula-hula kepada Boru. Sedangkan di Papak (Dairi), Tapanuli Selatan, pihak borulah yang memberikan ulos kepada Hulahula (Moranya), atau Kula-kula.
Meskipun ada perbedaan ini bukan berarti mengurangi nilai dan makna suatu ulos dalam upacara Adat.
Disamping Hula-hula yang dapat memberikan ulos ,juga Dongan tubu, dan pariban yang lebih tua bisa memberi ulos kepada orang yang berhajat. Jadi kesimpulannya yang dapat memberi ulos adalah orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi (dalam urutan kekeluargaan) dari sipenerima Ulos.
Dalam pesta perkawinan umpamanya tat urutan pemberi ulos adalah sebagai berikut:
- Orang tua Pengantin perempuan.
- Tulang pengantin perempuan, termasuk tulang rorobot.
- Dongan sabutuha dari orang tua pengantin perempuan yang dalam hal ini disebut Paidua (pamarai)
- Pariban yaitu boru ni hulahula (orangtua penganti perempuan)
- terakhir tulang pengantin laki-laki, setelah kepadanya diberikan bahagian dari sinamot yang diterima orang tua pengantin perempuan dari pihak paranak (Titin marakup) yaitu sebanyak 2/3 dari pihak parboru dan 1/3 dari Paranak. Tintin Marakup ini disampaikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada tulang sianak (pengantin laki-laki), maka dinamaknlah “Tintin Marakup”.
Tata cara pemberian Ulos:
Menurut tatacara adat Batak setiap orang akan menerima minimum 3 macam ulos, dari mulai lahir sampai akhir hayatnya. Ulos inilah yang disebut ulos na marsituhu yang dapat digolongkan sebagai ulos ni tondi, menurut falsafah Dalihan na tolu.
Adapun perincian ketiga ulos tersebut adalah :
- Diterima sewaktu dia dilahirkan disebut ulos “Parompa”.
- Diterima pada masuk jenjang perkawinan disebut “Ulos Hela”.
- Diterima sewaktu meninggal disebut “Ulos Saput”
Bila seseorang meninggal dalam usia muda atau meninggal tanpa meninggalkan keturunan (mate hadiaranna) maka kepadanya diberikan ulos yang disebut “Ulos par olang-olangan”
Bila meninggal dan meninggalkan anak masih kecil-kecil (sapsap mar dum), bila laki-laki disebut “Matipul Ulu”, bila perempuan disebut “Marompas tataring”,maka kepadanya diberi ulos Saput.
Bila meninggal sari/saur matua maka dia mendapat “Ulos Panggabei” yang diterima dari semua hulahula , baikhulahula sendiri maupun hulahula ni anak serta hulahula dari cucu. Biasanya ulos panggabei ini diterima oleh seluruh turunannya. Pada saat seperti inilah berjalan ulos “Jugia”, dan ulos jugia ini diberikan kepada orangtua yang turunannya belum ada yang meninggal (martilaha matua).
I- Pemberian ulos kepada anak yang baru lahir:
Bila anak lahir, ada dua hal yang perlu diperhatikan :
1- apakah anak yang lahir tersebut anak sulung atau tidak;
2- Apakah anak tersebut anak sulung dari seorang anak sulung dari satu keluarga?“
Pada point pertama , bila anak tersebut adalah anak sulung dari seorang Ayah yang bukan anak sulung maka yang menamakan nama (mampe goar) cukup orang tuanya saja. Tetapi pada point kedua yang lahir itu adalah anak sulung dari seorang Ayah sulung pula pada satu keluarga maka yang bmemberi nama (mampe goar) adalah Ayahnya sendiri dan kakeknya. ( amani si.... dan Ompu ni......).
Perlu diperhatikan pada gelar ompu......, Bila gelar tersebut tidak mempunyai kata sisipan „Si“ maka gelar yang diperoleh itu adalah dari anak sulung perempuan (ompu bao). Dan sebaliknya pabila mendapatan sisipan „Si“ menjadi Ompu si...., maka berarti gelar ompu tersebut berasal dari anak sulung laki-laki (ompu suhut).
Untuk point pertama tadi, pihak hulahula hanya menyediakan 2 buah ulos yaitu 1- ulos Parompa untuk sianak 2- Ulos Pargomgom mampe goar untk Ayahnya.Untuk si anak sebagai parompa dapat diberikan ulos Mangiring, sedangkan untuk Ayahnya diberikan ulos Suri-suri ganjang.
Untuk point kedua, pihak Hulahula harus menyediakan ulos sebanyak 3 buah, yaitu 1- ulos Parompa untuk sianak, 2- ulos Pargomgom untuk si Ayah, 3- Ulos Sitolutruho sebgai bulang untuk ompungnya.
Seiring dengan pemberian ulos tersebut , maka kata-kata yang diucapkan sebagai berikut( untuk anak yangbaru lahir):
“Ucok, sadarion nunga pinuka goarmu, sai anggiat ma goar mi goar marsarak, goar na mura jou-jou on, hipas-hipas ho mamboan. Dison pasahaton nami ma tu ho ulos pangiring, asa mangiring anak dohot boru ho sian on tu joloan on, Horas ma“.
(artinya: Ucok, hari ini sudah ditabalkan namamu, semoga namamu itu nama yang terkenal dan mudah di sebu-sebut, semoga kau sehat-sehat membawa namamu itu, disini kami sampaikan untukmu satu ulos pangiring, agar membawa anak dan boru kau pada waktu yang akan datang, Horasma)
Sedangkan kata-kata untuk si Ayah dan Ibunya sebagai berikut:
“Di hamu hela/boru nami, mulai sadarion marbonsir naung pinuka goar ni buha baju muna, sadarion mulai mampe goar ni buha baju muna, sadarion mulai mampe ma goar dihamu mar amni dohot inani…., dison pasahatan nami ma tu hamu ulos suri suri ganjang, asa ganjang umurmu mamboan goar panggoari ni pahompu i. Hata ni umpama ma dohonon nami;
(artinya: Bagi kalian Menantu dan boru kami, mulai sekarang sehubungan dengan ditabalkan nama anak pertama kalian, mulai sekarang kalian ditabalkan dengan nama anak kalian tersebut menjadi amani…. Dan ina ni…..; disini kami sampaikan satu ulos suri-suri ganjang, agar panjang umur kalian membawa nama cucu tersebut, seperti kata umpasa kami katakan)
§ Tubu ma hariara, diatsa nitorna di ginjang, lehetma I boroytan ni horbo siopat pusoran.
Mantak goar sijou-jou on mai, hipasjala mariang, goar na mura jouon, dirgak bohi mamboan.
Kata-kata yang diucapkan kepada sikakek (ompung):
“Di hamu lae dohot ito, dibagasan sadarion ditonga ni jabu na marsangap namartua on, ima jabu sigomgom pangisi na on marlas ni roha hita, ala nunga jumpang na niluluan, tarida na dijalahan. Mula sadarion mampe goar do hamu lae, ito , marompuni... ala marbonsir sian goar ni pahompunta na ta pungka sadarion. Hupasahat hami ma tu hamu ulos ragi idup songon patuduhon balga ni roha nami. Hata ni umpasa do honon nami dihamu:
(artinya: Bagi kalian lae dan ito, pada hari ini ditengah rumah na marsangap na martua ini, yaitu rumah yang melindungi penghuni yang sedang bersukacita karena kita telah menemui yang dicari , dan nampak yang dicari. Mulai sekarang kalian menyandang nama Marompu…. Sehubungan dengan nama cucu kita yang kita tabalkan sekarang. Kami sampaikanlah satu ulos ragi idup sebagai menunjukkan senang hati kami . seperti kata umpasa kami katakan pada kalian)
§ Andor hadumpang ma togu-togu ni lobu;
Saur matua ma hamu lae ito, mamboan goar I huhut mangiring-iring pahompu.
II- Tata cara pemberian Ulos pada saat perkawinan:
Dalam upacara perkawinan ,pihak hulahula harus menyediakan ulos si tot ni pansa yaitu:
1- Ulos marjabu (hela dohot boru)
2- Ulos pansamot/gomgom untuk orang tua pengantin Laki-laki.
3- Ulos Pamarai diberikan kepada saudara yang lebih tua dari pengantin laki-laki atau saudara kandung Ayah.
4- Ulos Simolohon diberikan kepada iboto pengantin laki-laki atau bila belum ada yang menikah iboto dari Ayah.
Ulos yang tersebut diatas disebut adalah ulos yang paling minimal harus disediakan oleh hula-hula (orang tyua pengantin perempauan).
Adapun ulos tutup ni ampang diterima oleh boru diampuan hanya bila perkawinan tersebut dilakukan ditempat pihak keluarga perempuan (dialap jual). Bila perkawinan tersebut dilaksanakan ditempat keluarga laki-laki (ditaruhon jual) ulos tutup ni ampang tidak diberikan.
Sering kita lihat banyak ulos yang diberikan kepada pengantin oleh keluarja dekat, dahulu ulos inilah yang disebut ragi-ragi ni sinamot. Biasanya yang mendapat ragi ni sinamot (menerima sebahagian dari sinamot) memberi ulos sebagian imbalannya, dalam umpama disebut: “Malo manapol,ingkon mananggal”, Umpasa ini mengandung pengertian, orang Batak itu tidak mau terutang adat, tetapi dengan adanya istilah rambu pinudun yang dimaksud kan semula untuk mempersingkat waktu, berakibat kaburnya, siapa penerima gologoli dari ragi-ragi ni sinamot. Ini berakibat timbulnya kedudukan yang tidak sepatutnya (margoli-goli). Maksudnya untuk membalas undangan pesta adat yang diberikan kepada ale-ale (umum), kadang-kadang disamping memberi tumpak/kado bahkan para undangan memberi ulos atau dengan istilah Ulos Holong. Sedangkan Istilah Ulos Holong sebenarnya adalah diluar prinsip “Dalihan Na Tolu”.
Cara pemberian ulos:
Ulos Ragihotang telah dipersiapkan Hulahula (orang tua pengantin perempuan) untuk diberikan kepada pengantin yang disebut Ulos Hela (ulos marjabu).
Tetapi apabila orang tua pihak perempuan diakili oleh keluarga dekat maka dia berhak memberikan ulos tersebut kepada pengantin. Dan sebaliknya apabila Orang tua laki-laki yang diwakili maka ulos pansamaot tersebut harus diserahkan dala keadaan terlipat, sedang ulos Pargomgom (untuk pangamai) dapat diserahkan secara biasa. Biasanya pada acara demikian pihak Hula-hula harus mempersiapkan ulos sebanyak 20 (dua puluh) ulos untuk ulos Pansamot dan ulos Pargomgom.
Sedangkan kata-kata yang diaturkan oleh Hulahula adalah sebagai berikut:
”Hupasahat hami dison sada ulos tu hamu amang hela dohot tu ho borungku, sada ulos herbang na ganjang, hapal jala bidang. Taringot tu ganjang na, tujuan na sai tu ganjang na ma antong umurmu songon ni dok ni umpasa:
(artinya: kami sampaikan disini untuk kalian menantu kami serta untuk kau boruku satu ulos yang lebar dan panjang, tebal serta besar. Mengingat panjangnya agar panjang umur kalian seperti yang dikatakan umpasa)
- Ni umpat padang togu, mangihut simar bulu-bulu;
Tu lelengna hamu mangolu, rodi na sarsar uban di ulu.
Taringot dihapalna, tujuanna sai tu hapal ma holong ni roha di hamu na nadua songon nidok ni umpama:
(artinya: mengingat tebalnya, tujuannya agar tebal rasa cinta mencintai pada kalian seperti yang dikatakan umpasa)
- Mar siamin aminan ma hamu, songon lampak ni gaol;
Marsitungkol tungkolan songon suhat di robean,
Ia mangangkat rap tu ginjang, manimbung rap tu toru,
Tongon ma hamu sahata saoloan
Taringot tu bidang na on natujuanna sai tubuan tampuk ma hamu sian asi ni rohani Tuhanta songon nidok ni umpasa:
(artinya: mengingat lebarnya bermaksud semoga kalian melahirkan keturunan berkat kasih dari Tuhanseperti yang dikatakan umpasa)
- Situmbur ni pakkat, tu situmbur ni hotang;
Tusi hamu mangalangka, disi ma hamu dapotan.
- Binanga ni sihombing ma, binongka di tara bunga;
Tu sanggar ma amporik, tu lubang ma satua,
Sai siur ma na pinahan, gabe na ni ula.
Kemudian disandangkan ulos tersebut kekedua pengantin, setelah selesai pemberian ulo maka dijemputlah sedikit beras (boras sipir ni tondi) ditaburkan kepada umum sambil menyerukan Horas 3 kali.
Kemudian menyusul pemberi ulos kepada orang tua pengantin laki-laki atau wakilnya. Umpasa berikut sering disampaikan seiring dengan pemberian ulos:
“Jongjong do hami dison lae , ito pasahathon sada ulos na margoar ulos pansamot tu hamu siala naung hujalo hami sinamotmu, marbonsir diulaonta sadarion. Jala laos on ma ito lau ulos pargomgom asa mulai sadarion, gomgomonmu ma anakmu dohot parumaenmu.Songon nidok ni umpasa ma:
(artinya: Kami berdiri disini lae, ito untuk menyampaikan satu ulos yang bernama ulos pansamot untuk kalian karena kami telah menerima sinamot/mas kawin kalian, sehubungan dengan acara kita hari ini. Jadi inilah ito ulos panggomgom agar mulai sekarang kau ayomi anakmu serta menantumu seperti apa yang dikatakan umpasa:)
- Manginsir ma sidohar, diuma ni palipi;
Tudeak na ma hamu marpinompar, jala bagasmu sitorop pangisi.
Songon panutup ito:
(artinya: sebagai penutup ito:)
- Sahat sahat ni solu ma sahat tu bontean;
Nunga saut tu parhorasan, sahat tu panggabean.
Sesudah itu berjalanlah pemberi ulos (sitot ni Pansa) kepada pamarai dan simolohon. Pemberian ulos ini biasanya diwakilkan kepada suhut paidua.
Setelah ulos-ulos lainnya berjalan maka sebagai penutup adalah pemberian ulos dari tulang laki-laki di sebut Ulos panggabei. Ini dilaksanakan setelah acara pemberian Tintin marangkup.
III- Ulos pada upacara kematian
Ulos yang diserahkan pada waktu meninggal, Apabila seseorang meninggal, seperti dikatakan tadi inilah yang terakhir dia menerima ulos dari Hulahulanya.
Tingkat kematian menentukan jenis ulos yang diberikan. Jika seseorang meninggal muda maka ulos yang diberikan dinamai ulos „Parolang-olangan“ dan biasanya dari jenis parompa . Dan bila yang meninggal adalah telah berkeluarga (matipul ulu/ marompas tataring), maka ulos yang diserahkan pada orang yang meninggal adalah „Ulos Saput“, dan pada isterinya/jandanya diberikan „Ulos Tujung“.. Bila yang meninggal saur atau sari matua maka kepadanya diberikan „Ulos Panggabei“.
Tentang Ulos Saput dan Tujung perlu dijelasjkan tentang pemberiannya. Menurut para orang tua, yang memeberikan saput ialah pihak Tulang sebagai bukti bahwa tulang masih tetap ada hubungannya dengan berenya. Sedang Ulos Tujung diberikan oleh pihak Hula-hula .Ini penting agar tidak terjadi kesalahan.
Tata cara pemberiannya:
Bila yang meninggal seorang anak (belum berkeluarga) maka tidak ada acara pemberian sapaut. Bila yang meninggal adalah orang yang telah berkeluarga maka pihak pihak hula-hula mempersiapkan ulos Tujung dan Pihak Tulang menyediakan Ulos Saput, untuk diserahkan, seiring dengan pemberian ulos tersebut maka pihak Tulang memberi ulos Saput dari Tulang menyerahkannya dengan kata-kata:
“Dison bere hupasahat hami dope sada ulos tu ho songon saput ni dagingmu, ulos parpudi laho manopot sambulom. Songon tanda do on na dohot do hami mar habot ni roha di halalaom. Pabulus ma roham, topot ma ingananmu rap dohot Tuhanta na patulus pardalanmu”.
(artinya: Disisni bere kami sampaikan lagi sebuah ulos untuk kamu sebagai pembalut badanmu, ulos terakhir untuk menemui tanah asalmu. Ini sebagai tanda menunjukkan bahwa kami ikut berduka cita atas keberangkatanmu. Ikhlaskanlah, dan pergilah kau menemui Tuhanmu)
Kemudian pihak hulahula memeberikan tujung:
“Sadarion (ito/hela) pasahaton nami do tuho ulos tujung. Boha bahenon ito/hela, nunga songon i huroha bagian mu, marbahir siubeonmu, sambor nipim mabalu ho. Alani I unduk ma panailim marnida halak, patoru ma dirim maringot Tuhan, songon nidok ni umpasa ma dohonon nami:
(artinya: Hari ini ito/hela kami sampaikanlah kepadamu Ulos Tujung. Apa yang harus dikatakan lagi ito/hela sudah harus begitu nasibmu, marbahir siubeonmu, sambor nipim kau menjadi janda/duda. Oleh karena itu tunduklah pandangan mu melihat orang, dan rendahkan lah hatimu mengingat Tuhan)
- Hotang binebe-bebe, hotang punulos-pulos;
Unang iba mandele, ai godang do tudos-tudos.
Setelah beberapa hari berselang maka dilanjutkan dengan upacara mengungkap tujung yang dilakukan oleh pihak Hula-hula. Mengenai waktunya tergantung kesepakatan kedua belah pihak.
Hulahula menyediakan beras dipiring, air bersih untuk mencuci muka dan air puti satu gelas, Acara dibuat pada waktu pagi (parnakok ni mataniari). Kata-kata untk mengiringi acara tersebut adalah:
”Sadarion ungkapon nami ma tujung on sian simajujungmu, asa ungkap na ari matiur, ungkap silas niroha tu hamu di joloanon, husuapi ma dainang/ helangku asa bolong sude ilu ilum, na mambahen golap panailian.
(artinya: Hari ini kami buka tujung ini dari kepala kamu, agar terbuka hari yang cerah, membuka kesenangan pada masa-masa yang akan datang, saya cuci mukamu ito/hela agar terbuang semua kesedihanmu yang membuat gelap penglihatanmu.)
- Sai bagot na ma dungdung ma tu pilopilo na marajar;
Sai mago ma na lungun tu joloanon, ro ma na jagar.
Dison muse aek sitiotio, tio inum dainang/ laengku ma on, sai tio ma panggabean tio parhorasan di hamu tu joloanon. Huhut dison boras sipir ni tondi, sai pir ma nang tondim.
( artinya: Ini ada air yang sangat jernih, jernih diminum oleh ito/lae, agar terang panggabean, terang parhorasan bagi kalian dihari mendatang. Serta disini ada beras spir ni tondi agar kuat tondimu.)
- Martantan ma baringin, marurat jabi-jabi
Horas ma tondi madingin, tumpakon ni Mulajadi.
Beras kemudian dijemput lalu ditaburkan diatas kepala sebanyak tiga kali. Biasanya seluruh anak yang ditinggalkan almarhumpun dicuci mukanya dan ditaburkanberas dikepalanya.
Dahulu kepada sipemberi ulos biasanya diberikan piso-piso sebagai panggarar adat. Sekarang ini sering diganti dengan uang.
IV- Memberi Ulos Panggabei:
Bila seorang tua yang sari atau atau saur matua meninggal, maka seluruh hulahula akan memberikan ulos panggabei. Dan biasanya ulos ini tidak lagi diberikan kepada yang meninggal akan tetapi kepada seluruh turunannya (anak, pahompu, cicit).
Kata-kaya yang mengiringi pemberian ulos adalah sebagai berikut:
“Di hamu pomparan ni lae nami (amang boru) on. Dison hupasahat hami tu hamu sada ulos panggabei. Ulos on ulos panggabei,sai mangulosipanggabean ma on, mangulosi parhorasan, mangulosi daging dohot tondimu, hamu sude pomparan ni lae/amangboru on. Horas ma dihita sude..”
(artinya: Untuk kalian semua keturunan lae/ amang boru kam, idisini kami sampaikan satu ulos panggabei. Ulos ini ulos panggabei, agar mangulosi panggabean bagi kalian, mangulosi parhorasan, dan mangulosi badan dan tondi kaliansemua keturunan lae/amang boru ini, horas bagi kita semua.)
Biasanya ulos ini jumlahnya sesuai dengan urutan hulahula mulai dari hulahula, bona tulang, bona ni ari, dan seluruh hulahula anaknya maupun hulahula cucunya.
Begitulah kurang lebih tentang Ulos dengan filsafat hidup yang terkandung didalamnya.
Beras (sipir Ni tondi) :
Sebagai bahan pokok sehingga beras dianggap sebagai bahan sumber kehidupan yang sangat penting, oleh karena itu Beras dianggap memiliki kekuatan magis memberikan kehidupan bagi manusia, itulah sebabnya harus dijaga dan diurus dengan baik, tidak boleh dbuang sembarangan dan harus disimpan ditempat khusus, karena itulah Beras dibuat sebagai simbol pemberian atau mengukuhkan tondi ”Sipir ni tondi”, (penguat jiwadan roh) yang bermakna jauh dari gangguan roh-roh jahat. Beras umumnya diberikan oleh pihak Hulahu pada borunya.