Wajar, jika
dikatakan Suku Dayak adalah suku tertua di Nusantara. Suku Dayak memang lahir
lebih dahulu ketimbang suku-suku yang lainnya. Berdasarkan peta persebaran
sejarah nusantara, imigran berbagai bangsa mulai menjejakan kakinya di
Kalimantan yang saat itu dikenal dengan sebutan Tanjung Nagara.
Gelombang
imigran dari luar dimulai pada akhir zaman es (pleistocene) usai tepatnya
sekitar 10.000-6.000 tahun lalu melalui jalur timur laut. Persebaran manusia di
Kalimantan pun terus berkembang, ditambah adanya gelombang imigran proto
melayu. Keberadaan Suku Dayak yang lebih dahulu menginjakan kakinya di Bumi
Nusantara ini, membuat saya berasumsi jika adanya dugaan Suku Dayak merupakan
nenek moyang Bangsa Indonesia. Begitu juga dengan perannya sebagai cikal bakal
lahirnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, salah satunya adalah Kerajaan
Sriwijaya.
Berdasarkan Cerita
Urang Sepuluh dari Banjar, Kalimantan Selatan, dijelaskan cucu pertama dari
Anyan, yakni tokoh Suku Dayak Maanyan yang bernama Lua pergi ke tanah
melayu. Saat itu, Melayu atau yang lebih dikenal dengan nama Malaka merupakan pusat
perdagangan yang ramai. Orang Suku Dayak memang terkenal memiliki ilmu tinggi. Lua
yang mengikuti jejak Sang Kakek, merantau ke Pulau Sumatera yang masih
merupakan tanah Melayu.
Penyebutan
nama sebagai identitas diri pada zaman dulu merupakan suatu hal yang tidak
terlalu penting, sehingga kebanyakan setiap tokoh yang dikenal hanya akan
dipanggil sesuai dengan kemampuan atau ilmu yang mereka miliki. Sehingga tidak
heran pula, jika untuk setiap tokoh sejarah akan memiliki nama yang berbeda di
setiap daerahnya. Itu yang terkadang membuat kebingungan saat akan membedah
sejarah masa lampau. Mungkin, bisa saja itu salah satu taktik untuk menyamarkan
identitas orang yang sama. Karena jika dipikir oleh akal manusia zaman
sekarang, sangat tidak mungkin jika ada manusia yang bisa hidup dengan usia
yang berabad-abad lamanya. Tapi saya beropini untuk zaman dulu, hal itu sangat
mungkin terjadi.
Seperti
halnya Lua yang merupakan cucu pertama dari Anyan, salah seorang tokoh
besar Suku Dayak dari Kerajaan Purba Nan Marunai. Di Kalimantan Selatan, Lua
berarti Naga. Jadi, bisa saja di Tanah Melayu, nama Lua berganti menjadi
Naga. Sama seperti Raja Prameswara, Raja Sriwijaya ke-X yang berganti
nama ketika mendirikan Kerajaan Malaka menjadi Iskandar Zulkarnaen atau Raja
Gentar ALam karena ilmu saktinya yang dapat menggentarkan alam.
Kecenderungan
adanya dugaan Kerajaan Sriwijaya dilahirkan dari Kerajaan Purba yang dibangun
Suku Dayak terlihat dari beberapa kesamaan seperti ornamen bunga teratai, warna
kuning dan emas sebagai warna kebesaran, serta lambang naga yang merupakan
hewan agung yang dipercaya Suku Dayak.
Jika benar
seperti itu, Kerajaan Sriwijaya dapat diprediksi telah lahir sebelum abad ke 7
Masehi. Lahirnya Kerajaan Sriwijaya diduga lebih tua dari Kerajaan Kutai. Hal
itu dijelaskan pada Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan M Batenburg pada
29 November 1920 lalu di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang,
Sumatera Selatan. Dalam prasasti tersebut dijelaskan Dapunta Hyang melakukan
perjalanan suci ke timur dengan membawa 2 laksa tentara.
Berdasarkan
cerita lainnya, Dapunta Hyang merupakan sebuah gelar yang mutlak disandang oleh
semua Raja Sriwijaya. Sehingga patut dipertanyakan Raja Sriwijaya ke berapa
yang melakukan perjalanan suci ke timur tersebut?
Dari sebuah
artikel yang saya langsir, http://lookman89.wordpress.com/2011/10/15/hikayat-dayak-banjar/, pada abad ke-5 M berdiri
sebuah kerajaan di Kalimantan Selatan bernama Kerajaan Tanjungpuri. Berdirinya
kerajaan ini bermula dari kedatangan para Imigran Melayu dari Kerajaan
Sriwijaya di pulau Sumatera pada sekitar abad ke- 4 M. Para Imigran Melayu yang
mempunyai kebudayaan lebih maju dibanding penduduk lokal pada masa itu mendirikan
perkampungan kecil di daerah pesisir Sungai Tabalong.
Para imigran
tersebut berbaur bahkan melakukan perkawinan dengan penduduk setempat yakni
Suku Dayak. Hasil dari perpaduan antara suku Melayu dan Dayak itulah yang
akhirnya menjadi cikal bakal Suku Banjar. Semakin lama perkampungan di pesisir
Sungai Tabalong itu semakin ramai sehingga akhirnya menjadi sebuah kerajaan
kecil bernama kerajaan Tanjungpuri (diperkirakan terletak di kota Tanjung
sekarang).
Keturunan
Anyan dari anaknya Masari mendirikan kerajaan Candi Laras di Margasari (Kab.
Tapin sekarang) pada Tahun 678 M. Bukti keberadaan Kerajaan Candi Laras adalah
Tulisan di Prasasti “Kedukan Bukit” yang terdapat di kota Palembang bertahun
605 Saka/ 683 M berhuruf Pallawa. Isi tulisan “Dapunta Hyang mengadakan
perjalanan suci dengan perahu dari Minanga Tamwan membawa dua laksa tentara
menuju timur”.
Bukti
lainnya adalah Prasasti Batung Batulis yang ditemukan di kompleks Candi Laras
Margasari bertahun 606 Saka. Isi tulisannya adalah “Jaya Sidda Yatra” yang
artinya perjalanan Ziarah. Menurut Arkeologi Nasional prasasti tersebut berasal
dari Sriwijaya. Jadi dua buah prasasti tersebut mempunyai keterkaitan karena
memiliki kesamaan yaitu berhuruf Pallawa.
Prasasti
Kedukan bukit bertahun 605 Saka yang merupakan Tahun keberangkatan dari
Sriwijaya dan Prasasti Batung Batulis bertahun 606 Saka yang merupakan Tahun
kedatangan di Candi Laras Marga Sari, merupakan hal yang logis sebab perjalanan
waktu itu mungkin saja mencapai setahun dari Sriwijaya ke Candi Laras di Pulau
Kalimantan. Sehingga menghapus mitos selama ini yang mengatakan bahwa Candi
laras didirikan oleh Ampu Jatmika asal Keling pada Tahun 1387 M.
Bukti
lainnya lagi adalah ditemukannya Patung Buddha dipangkara, patung tersebut
dikenal sebagai azimat keselamatan bagi pelaut Sriwijaya yang beragama Buddha.
Jadi sebenarnya yang datang ke Candi Laras di Marga Sari itu adalah rombongan
dari kerajaan Sriwijaya pada Tahun 683 M.
Cerita lain
menyebutkan, Raja Sriwijaya yang datang ke tanah Kalimantan dikenal juga dengan
sebutan Datuk Rimba atau Raja Gentar Alam. Jika menilik nama Sang Tokoh, hal
itu menjelaskan Raja Sriwijaya yang melakukan perjalanan suci ke timur tersebut
adalah Prameswara yakni, Raja Sriwijaya ke-X. Hal itu menjelaskan, pada abad ke
7 Masehi bukan merupakan masa awal berdirinya Kerajaan Sriwijaya, melainkan
masa awal kejayaan Kerajaan Sriwijaya yang mulai melakukan perluasan wilayahnya
dengan cara asimilasi ke berbagai daerah. Kemudian dari cara ekspansi Kerajaan
Sriwijaya itulah yang juga melahirkan Kerajaan besar lainnya seperti Kerajaan
Majapahit, Kerajaan Sunda, dan Kerajaan Minangkabau.