Hal itu tidak mungkin terjadi kalau bukan karena kekhawatirannya yang sangat, akan terancamnya kelestarian budaya Batak,dengan melihat kemajuan Belanda yang sangat luar biasa menerobos hingga kepedalaman Tanah batak didampingi Missionaris-Misionaris kelompok spiritual keristen.
Elio Modigliani Elio Modigliani (1860 - 1932) adalah seorang antropolog Italia, zoologi, dan collector. ia belajar hukum, tetapi kemudian mengabdikan dirinya untuk studi alam. Ia melakukan perjalanan di Malay Archipelago (1886-1888), terutama mengunjungi pulau Nias selatan. Dia kemudian pergi ke Sumatra pada tahun 1890 dan merambah ke Danau Toba pedalaman dan daerah anak genta.
Modigliani mengetahui situasi pasukan Sisingamangaraja XII sudah begitu terjepit, termasuk pasukan Guru Somalaing Pardede. Sedangkan niatnya (Modigliani) untuk masuk ke wilayah Asahan tidak diperbolehkan Belanda memasuki Asahan untuk melakukan penelitian, dengan alasan Asahan bukan wilayah toritorial Belanda. Niatnya untuk memasuki wilayah Asahan tidak boleh batal, jalan apapun akan ditempuh olehnya Dengan mengadopsi kepercayaan orang-orang batak ketika itu bahwa Raja Rum akan datang menolong perjuangan mereka, maka Modigliani mengaku sebagai anak Raja Rum (Rom). Mari kita cermati tulisan dibawah ini.
Namun sebelum dilanjutkan uraian tentang hubungan Elio Modigliani dengan Guru Somalaing Pardede, alangkah baiknya kita selusuri sejarah peperangan yang dilakukan bangsa Batak yang dipimpin Raja Sisingamangaraja XII, serta sejarah Masuknya Missionaris-missionaris Nasrani/Keristen. Ini sangat penting untuk menguak kesucian dan ketulusan Perjuangan bangsa Batak yang dipimpin Raja Sisingamangaraja XII mengusir penjajah Belanda dari tanah airnya, Tanah Batak
Perang Batak (1877-1907)
Ekspedisi militer dari Silindung ke Toba
Si Singamangaraja XII, bersama para pembesarnya, memimpin Perang Batak selama 30 tahun (1877-1907) melawan Belanda secara terus menerus. Berpindah dan bergerilia dari satu tempat ke tempat lainnya. Dari hutan yang satu ke hutan lainnya. Perang Batak dimulai dengan pernyataan Pulas. Pulas adalah deklarasi perang ala Batak. Pulas ditujukan kepada musu tihus, yakni musuh di siang hari dan musuh di malam hari. Musu Tihus pada masa itu adalah Belanda!
Selanjutnya yang terjadi kemudian sebagaimana dicatat dalam buku-buku sejarah adalah meletusnya berbagai pertempuran heroik, dimulai dengan Pertempuran:
-di Bahal Batu- Humbang (19-2-1878),
-Balige (1883),
-Sipoholon (1887,
-Manullang Toruan (1889),
-Uluan (1907), dan lain-lain.
Kronologi perang Batak
Tahun 1837, kolonialis Belanda memadamkan "Perang Paderi" dan melapangkan jalan bagi pemerintahan kolonial di Minangkabau dan Tapanuli Selatan. Minangkabau jatuh ke tangan Belanda, menyusul daerah Natal, Mandailing, Barumun, Padang Bolak, Angkola, Sipirok, Pantai Barus dan kawasan Sibolga.
Karena itu, sejak tahun 1837, Tanah Batak terpecah menjadi dua bagian, yaitu daerah-daerah yang telah direbut Belanda menjadi daerah Gubernemen yang disebut "Residentie Tapanuli dan Onderhoorigheden", dengan seorang Residen berkedudukan di Sibolga yang secara administratif tunduk kepada Gubernur Belanda di Padang. Sedangkan bagian Tanah Batak lainnya, yaitu daerah-daerah Silindung, Pahae, Habinsaran, Dairi, Humbang, Toba, Samosir, belum berhasil dikuasai oleh Belanda dan tetap diakui Belanda sebagai Tanah Batak yang merdeka, atau 'De Onafhankelijke Bataklandan'.
Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh dan tentaranya mendarat di pantai-pantai Aceh. Saat itu Tanah Batak di mana Raja Sisingamangaraja XII berkuasa, masih belum dijajah Belanda. Tetapi ketika 3 tahun kemudian, yaitu pada,
Tahun 1876, Belanda mengumumkan "Regerings" Besluit Tahun 1876" yang menyatakan daerah Silindung/Tarutung dan sekitarnya dimasukkan kepada kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Residen Belanda di Sibolga, suasana di Tanah
Batak bagian Utara menjadi panas.
Raja Sisingamangaraja XII yang kendati secara clan, bukan berasal dari Silindung, namun sebagai Raja yang mengayomi raja-raja lainnya di seluruh Tanah Batak, bangkit kegeramannya melihat Belanda mulai menyerobot (menganeksasi) tanah-tanah Batak.
Raja Sisingamangaraja XII cepat mengerti siasat strategi Belanda. Kalau Belanda mulai mencaplok Silindung, tentu mereka akan menyusul dengan menganeksasi Humbang, Toba, Samosir, Dairi dan lain-lain.
Raja Sisingamangaraja XII cepat bertindak, Beliau segera mengambil langkah-langkah konsolidasi. Raja-raja Batak lainnya dan pemuka masyarakat dihimpunnya dalam suatu rapat raksasa di Pasar Balige, bulan Juni 1876. Dalam rapat penting dan bersejarah itu diambil tiga keputusan sebagai berikut :
1. Menyatakan perang terhadap Belanda
2. Zending Agama tidak diganggu
3. Menjalin kerjasama Batak dan Aceh untuk sama-sama melawan Belanda.
Terlihat dari peristiwa ini, Sisingamangaraja XII lah yang dengan semangat garang, mengumumkan perang terhadap Belanda yang ingin menjajah. Terlihat pula, Sisingamangaraja XII bukan anti agama. Dan terlihat pula, Sisingamangaraja XII di zamannya, sudah dapat membina azas dan semangat persatuan dan suku-suku lainnya.
Tahun 1877, mulailah perang Batak yang terkenal itu, Dimulai di Bahal Batu, Humbang, berkobar perang yang ganas selama tiga dasawarsa, 30 tahun.
Belanda mengerahkan pasukan-pasukannya dari Singkil Aceh, menyerang pasukan rakyat semesta yang dipimpin Raja Sisingamangaraja XII.
Pasukan Belanda yang datang menyerang ke arah Bakara, tempat istana dan markas besar Sisingamangaraja XII di Tangga Batu, Balige mendapat perlawanan dan berhasil dihempang.
Belanda merobah taktik, ia menyerbu pada babak berikutnya ke kawasan
Balige untuk merebut kantong logistik Sisingamangaraja XII di daerah
Toba, untuk selanjutnya mengadakan blokade terhadap Bakara.
Tahun 1877-27 Desember 1878
Berikut ini urutan peristiwa perang Toba sebagaimana direkonstruksi dari laporan penginjil Nommensen dan Metzler. Tanggal-tanggal setelah 5 Mei tidak pasti karena tidak disebut berapa lama pasukan Belanda beristirahat di Paranginan.
Akhir 1877 | Desas-desus Aceh akan bersekutu dengan Toba |
17Des 77 | Penginjil di Bahal Batu menerima surat dari Silindung bahwa para ulubalang sudah tiba di Bangkara |
Jan. 78 | Utusan Singamangaraja datang mengancam misionaris dan orang Kristen |
Akhir Janʻ78 | Para Penginjil minta agar Belanda mengirim pasukannya |
1 Feb 78 | Pasukan pertama di bawah pimpinan Kapten Scheltens bersama dengan Kontrolir Hoevel menuju Pearaja |
6 Feb 78 | Pasukan dengan 80 tentara dan seorang Kontrolir tiba di Pearaja |
15Feb 78 | Pasukan tiba di Bahal Batu bersama dengan penginjil dari Silindung |
16Feb 78 | Pengumuman perang dari pihak SSM |
17Feb 78 | Metzler disuruh membawa istrinya ke Silindung. Ibu Metzler diantar suaminya dan Johannsen ke Pansur na Pitu |
19Feb 78 | Metzler kembali ke Bahal Batu, tetapi tanggal 20 Feb 1878 kembali lagi ke Silindung |
Feb. 1878 | Pasukan Singamangaraja menyerang Bahal Batu |
1 Marʻ78 | Pasukan tambahan berangkat dari Sibolga |
14Mar 78 | Residen Boyle datang bersama 250 tentara dan Kolonel Engels dari Sibolga |
15Mar 78 | Silindung dinyatakan menjadi bagian dari wilayah Hindia-Belanda |
16Mar 78 | Pasukan berangkat ke Bahal Batu. Bahal Batu pun dinyatakan menjadi wilayah Hindia-Belanda |
17Mar 78 | Butar, Lobu Siregar dan Naga Saribu diserang (17–20 Maret) |
Maret | Pasukan tambahan 300 tentara dan 100 narapidana diberangkatkan |
30Apr 78 | Ekspedisi militer untuk menumpaskan pasukan Singamangaraja dimulai. Penginjil Nommensen dan Simoneit mendampingi pasukan Belanda. Lintong ni Huta ditaklukkan |
1 Mei 78 | Bangkara diserang |
2 Mei 78 | Kampung-kampung di sekitar Bangkara diserang |
3 Mei 78 | Raja-raja di Bangkara dipaksa melakukan sumpah setia mengakui kedaulatan Belanda |
4 Mei 78 | Pasukan maju ke Paranginan |
5 Mei 78 | Pasukan beristirahat selama beberapa hari di Paranginan |
8 Mei 78 | Huta Ginjang, Meat dan Gugur ditaklukkan. Pasukan beristirahat selama beberapa hari di Gurgur |
11Mei’78 | Pasukan menaklukkan Lintong ni Huta Pohan, Panghodia dan Tara Bunga. |
12 Mei 1878 | Pasukan kembali ke Bahal Batu melalui Onan Geang-Geang, Pintu Bosi, Parik Sabungan dan Lobu Siregar |
akhir Mei | Nommensen membantu Residen di Bahal Batu |
Benteng untuk 80 tentara dibangun di Sipoholon | |
27Des’78 | Nommensen dan Simoneit menerima penghargaan dari pemerintah Belanda |
Tahun 1882, hampir seluruh daerah Balige telah dikuasai Belanda, sedangkan Laguboti masih tetap dipertahankan oleh panglima-panglima Sisingamangaraja XII antara lain Panglima Ompu Partahan Bosi Hutapea.
Baru setahun kemudian Laguboti jatuh setelah Belanda mengerahkan pasukan satu batalion tentara bersama barisan penembak-penembak meriam.
Tahun 1883, seperti yang sudah dikuatirkan jauh sebelumnya oleh Sisingamangaraja XII, kini giliran Toba dianeksasi Belanda. Domino berikut yang dijadikan pasukan Belanda yang besar dari Batavia (Jakarta sekarang), mendarat di Pantai Sibolga. Juga dikerahkan pasukan dari Padang Sidempuan.
Raja Sisingamangaraja XII membalas menyerang Belanda di Balige dari arah Huta Pardede. Baik kekuatan laut dari Danau Toba, pasukan Sisingamangaraja XII dikerahkan. Empat puluh Solu Bolon atau kapal yang masing-masing panjangnya sampai 20 meter dan mengangkut pasukan sebanyak 20 x 40 orang jadi 800 orang melaju menuju Balige.
Pertempuran besar terjadi.
Pada tahun 1883, Belanda benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya dan Sisingamangaraja XII beserta para panglimanya juga bertarung dengan gigih. Tahun itu, di hampir seluruh Tanah Batak pasukan Belanda harus bertahan dari serbuan pasukan-pasukan yang setia kepada perjuangan Raja Sisingamangaraja XII.
Namun pada tanggal 12 Agustus 1883, Bakara, tempat Istana dan Markas Besar Sisingamangaraja XII berhasil direbut oleh pasukan Belanda.
Sisingamangaraja XII mengundurkan diri ke Dairi bersama keluarganya dan pasukannya yang setia, juga ikut Panglima-panglimanya yang terdiri dari suku Aceh dan lain-lain.
Pada waktu itulah, Gunung Krakatau meletus. Awan hitam meliputi Tanah Batak. Suatu alamat buruk seakan-akan datang.
Sebelum peristiwa ini, pada situasi yang kritis, Sisingamangaraja XII berusaha melakukan konsolidasi memperluas front perlawanan. Beliau berkunjung ke Asahan, Tanah Karo dan Simalungun, demi koordinasi perjuangan dan perlawanan terhadap Belanda.
Perlawanan pasukan Sisingamangaraja XII semakin melebar dan seru, tetapi Belanda juga berani mengambil resiko besar, dengan terus mendatangkan bala bantuan dari Batavia, Fort De Kok, Sibolga dan Aceh.
Barisan Marsuse juga didatangkan bahkan para tawanan diboyong dari Jawa untuk menjadi umpan peluru dan tameng pasukan Belanda.
Regu pencari jejak dari Afrika, juga didatangkan untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki "Si Gurbak Ulu Na Birong".
Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang.
Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung.
Panglima Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1889.
Tahun 1890, Belanda membentuk pasukan khusus Marsose untuk menyerang Sisingamangaraja XII. Pada awal abad ke 20, Belanda mulai berhasil di Aceh.
Tahun 1903, Panglima Polim menghentikan perlawanan. Tetapi di Gayo, dimana Raja Sisingamangaraja XII pernah berkunjung, perlawanan masih sengit. Masuklah pasukan Belanda dari Gayo Alas menyerang Sisingamangaraja XII.
Foto tahun 1907 di Sagala, Samosir : Pasukan khusus Belanda yang dipimpin Hans Christoffel (pegang tongkat) mengaso sejenak di salah satu daerah di kawasan hutan Tele, sebelum melanjutkan misi tunggal : menangkap Sisingamangaraja XII hidup atau mati
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia bertempur sampai titik darah penghabisan.
Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan Kapten Christoffel.
Kapitein Heinz Christoffel
Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Konon Raja Sisingamangaraja XII yang kebal peluru tewas kena peluru setelah terpercik darah putrinya Lopian, yang gugur di pangkuannya.
Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan dinista, mereka pun ikut menjadi korban perjuangan. Demikianlah, tanpa kenal menyerah, tanpa mau berunding dengan penjajah, tanpa pernah ditawan, gigih, ulet, militan, Raja Sisingamangaraja XII selama 30 tahun, selama tiga dekade, telah berjuang tanpa pamrih dengan semangat dan kecintaannya kepada tanah air dan kepada kemerdekaannya yang tidak bertara.
Itulah yang dinamakan "Semangat Juang Sisingamangaraja XII", yang perlu diwarisi seluruh bangsa Indonesia, terutama generasi muda.
Sisingamangaraja XII benar-benar patriot sejati. Beliau tidak bersedia menjual tanah air untuk kesenangan pribadi.
Sebelum Beliau gugur, pernah penjajah Belanda menawarkan perdamaian kepada Raja Sisingamangaraja XII dengan imbalan yang cukup menggiurkan. Patriotismenya digoda berat. Beliau ditawarkan dan dijanjikan akan diangkat sebagai Sultan. (Kenapa harus menjadi Sultan kenapa tidak menjadi Raja penguasa penuh di Tanah Batak, tidak hanya Raja Spritual saja ? ), Asal saja bersedia takluk kepada kekuasaan Belanda. Beliau akan dijadikan Raja Tanah Batak asal mau berdamai.
Kolonel Gotfried Coenraad Ernst van Daalen
Gubernur Belanda Van Daalen memberi tawaran itu bahkan berjanji, akan menyambut sendiri kedatangan Raja Sisingamangaraja XII dengan tembakan meriam 21 kali, bila bersedia masuk ke pangkuan colonial Belanda, dan akan diberikan kedudukan dengan kesenangan yang besar,asal saja mau kompromi, tetapi Raja Sisingamangaraja XII tegas
menolak. Ia berpendirian, lebih baik berkalang tanah daripada hidup di buaian penjajah.
Raja Sisingamangaraja XII gugur pada tanggal 17 Juni 1907, tetapi pengorbanannya tidaklah sia-sia.Dan cuma 38 tahun kemudian, penjajah betul-betul angkat kaki dari Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamirkan Sukarno-Hatta.
Kini Sisingamangaraja XII telah menjadi sejarah. Namun semangat patriotismenya, jiwa pengabdian dan pengorbanannya yang sangat luhur serta pelayanannya kepada rakyat yang sangat agung, kecintaannya kepada Bangsa dan Tanah Airnya serta kepada kemerdekaan yang begitu besar, perlu diwariskan kepada generasi penerus bangsa Indonesia.
(bersambung …..2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar