Sabtu, 14 Agustus 2010

Tata Cara Pelaksanaan adat Batak (9)

Tata cara Berbicara (Ruhut-ruhut ni Pangkataion) :

image 

1- Sebaiknya ditentukan lebih dahulu siapa juru bicara (parhata), agar dapat dia mengatur waktunya dan dipersiapkan apa yang akan dibicarakannya, karena kesiapan sangat menentukan kesuksesan pembicaraan. Biasanya parjambaran yang berbicara atas dasar kesepakatan.

2- Setiap akan berbicara sebaiknya berdiri apabila yang dalam acara tersebut lebih dari 30 orang (torop), dan suaranya seharusnya kuat agar semua dapat mendengar.

3- Sebaiknya bentuk kalaimat yang akan diucapkan sebaiknya dalam ketulusan, wajar dan dalam suasana kekeluargaan. Jangan ada dalam pembicaraan kita unsur-unsur negatif, seperti kasar, marah,mengkritik,juga humor ynag dapat menyinggung perasaan.

4- Berbicara jangan terlalu panjang, kata-kata jangan diulang-ulang, tidak terarah, menjaga waktu.

5- Apabila ada yang mengatakan hal yang tidak benar seharusnya diperbaiki dengan keramah tamahan dan lembut.

6- Bila mempergunakan Umpama, cukup 1 atau dua umpama, Dan sebaiknya umpama atau umpasa, diucapakan sesuai dengan aslinya, jangan dirobah .

7- Jangan sampai terjadi, yang pantas berbicara atau yang layak menerima Jambar hata (Yan pantas berbicara) tidak berbicara. Lebih baik singkat dari pada kurang.

8- Bila kebetulan ada seseorang yang terkemuka hadir dalam acara tersebut (Punguan), yang terpandang kedudukannya dimasyarakat atau dalam hal kepintaran dan pengalaman sebaiknya diusahakan agar diberi kesempatan berbicara.

9- Sebelum acara ditutup atau paampuhon tu suhut (Acara ditutup oleh pihak yang mempunyai hajat (Hasuhutan). Kalau masih ada waktu sebaiknya ditawarkan juga pada orang yang ingin berbicara..

Yang perlu diperhatikan:

image

1-Tentang Raja Parhata (Juru bicara):

Dalam semua acara Adat yang besar seperti (marhata sinamot, marunjuk, mangadaton/ mangadati, mangopoi jabu, mamestahon tambak ni ompu) dll, selalu ada juru bicara/ pande hata dari yang punya acara(hasuhutan), rapat yang singkat dengan sabutuhanya untuk menetapkan siapa diantara mereka yang memimpin acara (raja parhata) dalam rapat tersebut kurang lebih begini dialoknya:

Protokol pihak punya hajat memulai:

” Hamu angka haha doli dohot anggidolinami, ia dihita pomparanni ompu…… nunga tahasomalhon, molo masa dihita pomparan ni omputa paitonga ulaon songon na taadopi sadarion, ba hamu hahadoli manang anggidoli ma gabe raja parhata. Nuaengpe, ba mardos ni tahi ma hamu hahadoli dohot anggidolinami manang na ise bahenon muna na gabe raja parhata sian hamu. Botima.”

(artinya: Kalian Haha doli dan Anggi doli kami, kita sudah membiasakan kalau ada pesta, seperti yang kita hadapi sekarang, maka salah satu dari Haha doli atau Anggi doli yang menjadi juru bicara/ raja parhata , botima)

Jawaban dari pihak hahadoli:

”ido tutu anggi doli,toho do na nidokmi, jadi ala hami do na baruon gabe raja parhata di ulaon muna parpudi, ba ianggo sadarion sian anggi dolita ma na gabe raja parhata, botima.”

(artinya: Benar itu Anggi doli apa yang engkau katakan, tetapi karena kami dahulu yang menjadi raja parhat pada pesta mu, maka sekarang giliran Anggi doli kitalah yang menjadi raja parhata, botima)

Jawaban dari pihak anggidoli:

”tutu doi, haha doli na nidok munai. Ba hami pe atong ndada manjua disi, rade do hami nagabe raja parhata.”

(artinya: Benar itu Haha doli apa yang kau katakan itu, kamipun tidak menolak untuk menjadi raja parhata)

(setelah itu menghadaplah dia pada kumpulan saompunya lalu dia mengutarakan penawaran tersebut) Nunga sude hita mambege hatai.Jadi nuaeng, ba ise ma sian hita na gabe parhata?.: biasanya yang terpilih adalah yang pandai berbicara )

2- Umpama serta Umpasa.:

Bagi Orang Batak sangatlah penting Umpama dan Umpasa tersebut disetiap acara-acara adat, terutama sewaktu acara formal dlm permufakatan.(marhata-sidenggandenggan).

Karena didalam pembicaraan tersebut sangatlah diutamakan kasih sayang tanpa menyinggung perasaan dari pihak manapun karena didalam umpama dan umpasa penuh dengan unsur-unsur kesopanann dan perumpamaan yang sangat indah dan sangat mudah dimengerti semua pihak makna yang dikandung perumpamaan dan umpasa tersebut. Dan meninggalkan kesan bagi yang mendengarnya. Misalnya untuk menasihati seseorang:

„Ua jolo tangkas ma pingkiri hata sidohononmu”, itu sebenarnya sudah baik tetapi lebih tepat dn berkesan kalau diucapkan ditambah dengan umpama:“

· Niarit lili bahen pambaba,

· Jolo nidilat bibir asa nidok hata;

Begitu juga kalau menunjukkan kebenaran suatu perbuatan misalnya:’Ikon patut do tongtong pasangapon jala oloan hulahula“, dan lebih berkesan kalau dimtambah dengan umpasa yang telah dibuat oleh orangtua dahuli sebagai berikut:

· Lata pe na lata, duhutduhut do sibutbuton,

· Hata pe nahata, pangidoan ni hulahula do situruton.

Dibawah ini disertakan beberapa contoh-contoh yang berkaitan dengan umpama serta Umpasa sebagai berikut:

1- mengenai guna Adat dengan Hukum nya:

· Sinuan bulu, sibahen na las,

· Sinuat adat dohot uhum, sibahen na horas;

2- Mengenai kewajiban mengikuti Adat:

· Omputa raja di jolo martungkot sialagurdi,

· Angka nauli tinonahon ni angka omputa parjolo, siihutonon nihita parpudi

3- Maengenai kepatuhan pada Raja dan menghormati Hulahula:

· Barisbaris ni gaja dirura pangaloan,

· Molo marsuru raja daedo so oloan.

· Dijolo raja aipareahan,

· Dipudi sipaimaon

4- Mengenai Janji (padan)

· Habang ambaroba, paihutihut rura,

· Padan naung nidok, ndang jadi mubauba.

5- Mengenai Harta warisan (arta Teantanan):

· Niarit tarugi porapora,

· Molo tinean uli, ingkon teanon do dohot gora.

6- Mengenai Piutang dan Utang:

· Jolo binarbardo sumban, asa binarbar pardingdingan,

· Jolo ginarar do utang, asa tinumggu parsingiran.

· Molo mauas haluang,laho ma tu dangirdangir,

· Molo nunga diudean parutang, ndang margogo be parsingir;

7- Mengenai Rumah tangga:

· Butarbutar mataktak, butarbutar maningkii,

· Molo mate hahana, anggina ma maningkii;

· Ndang boi dua pungga saihot ( maksudnya tidak bisa dikawini dua laki-laki yang satu bapa satu ibu perempuan sebapa seibu)

· Ansuan sisadasada, pago di panguaan,

· Sisamudar sisamarga, tongka masibuatan.

· Sidangka ni arirang,

· Na so tupa sirang.

8- Mengenai permusuhan:

· Ndang boi bingkas bodil so jolo sampak aek.

( maksudnya: kalau tidak ada sebab)

· Pisang na marsantung ndang tabaon.

(maksudnya: Orang yang telah bersembah/bersujud dan menyerah tidak boleh dibunuh. Begitujuga halnya marboruboru yang sedang hamil, tidak boleh dibunuh).

9- Mengenai hukum(Uhum):

· Panggu maniktihi, hudali mangula saba;

Molo baoa do magigi (ndiniolina), ba simago ugasanna.

· Sidangka sidangkua, tu dangka ni singgolom,

Na sada gabe dua natolu gabe onom, utang ni sipahilolong.

· Sineat niraut, gambiri tat daonna.

(Maksudnya: kalau ada orang menghina temannya serta ada niat berdamai/minta maaf , harus memotong hewan untuk dimakan oleh yang dihina beserta raja dan teman sekampung.)

· Pat ni lote tu pat ni satua;

Sai mago do pangose, mamora na niuba

· Na tartolon jabu, anak ni manuk daonna.

(maksudanya: tartolon jabu = kesasar dia memilih tempat tidurnya, sehingga pergi ketempat tiduk adik perempuannya (isteri adiknya) atau ipar (isteri saudara laki dari isterinya), masalah ini dahulu sering trejadi karena rumah zaman dahulu tidak mempunyai kamar-kamar. Malahan dalam satu rumah ada samapai 5 rumah tangga bahkan lebih. Dan Lampu pada malam hari dipadamkan. Jadi jangan sampai terjadi perkelahian diantara yang bersaudara maka harus mengakui kesalahan (ma na tolon jabu) dengan memotong hewan (Ayam) untuk dimakan seisi rumah.

· Hinurpas batu, sinigat oma;

Molo ro tuhas, gana ma daonna.

10- Memberi Nasihat :

· Molo litok aek ditoruan, tingkiron ma tu julu.

· Unang songon taganing marguru tu anakna.

· Tiniptip sanggar bahen huruhuruan;

Jolo siningkun marga asa binoto partuturan

(bersambung ….10)

Tata Cara Pelaksanaan Adat ...8

BAB VI

TATA CARA ADAT

-Tata Acara dan Urutan Sistem Pernikahan Adat Na Gok

1. Mangarisik.

Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian itu dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.

2. Marhori-hori Dinding/marhusip.

Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum.
3. Marhata Sinamot.

Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang oada kerabat wanita untuk melakukan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor).
4. Pudun Sauta.

Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :

A.Kerabat marga ibu (hula-hula)

B.Kerabat marga ayah (dongan tubu)

C.Anggota marga menantu (boru)

D.Pengetuai (orang-orang tua)/pariban, Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.
5. Martumpol (baca : martuppol).

Penanda-tanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gerejab.. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.

Adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk :
A. Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknisb..

B. Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan.
C. Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.

7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan).
A. Pengesahan pernikahan kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja).

B. Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut gereja.

C.Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan pesta unjuk

D.Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen (baca : parmaen)
8. Pesta Unjuk.

Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan putra dan putri.

Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar :

[a]. Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan.

.Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.

9. Mangihut di ampang (dialap jual).

Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
10. Ditaruhon Jual.

Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.

11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)


A. Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria.
B. Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru

12. Paulak Une.


A. Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).

B. Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya memulai hidup baru.
13. Manjahe.

Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.

14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)


A. Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru).

B. Dalam kunjungan ini parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke simundur-mundur).Dengan selesainya kunjungan maningkir tangga ini maka selesailah rangkaian pernikahan adat na gok.

(bersambung ..9)

Tata cara pelaksanaan adat Batak - 7

Makna atau arti dari Ulos:

image

1- Mangiring: Ulos ini mempunyai ragi saling iring beriring, melambangkan kesuburan dan kesepakatan.Ulos ini sering dipakai sebagai parompa (menggendong anak) dengan harapan agar mendapat anak lagi anak yang digendong.

clip_image002[8]

Dan ulos ini juga diberikan kepada boru yang baru berumah tangga dengan harapan sianak segera mempunyai keturunan (anak), cara memakaikannya adalah : pinartalitali atau di sinampesampehon. Juga ulos dapat dipakai sebagai tali-tali (detar) bagi laki-laki dan untuk wanita disebut saong atau tudung. Sedang pada saat paapeho goar ulos ini dapat dipakai sebagai bulang-bulang.

 

2- Mangiring Pinarsunsang: dipakai ulos ini apabila ada dalam keluarga marsisuharan partuturan, sebagai contoh dulunya dia adalah Hula-hula menjadi Parboruan (Pinarhulahula hian gabe pinarboru). Jadi Ulos ini diberikan kepada penganten atau parompa dari anaknya, sewaktu memberikan ulos ini selalu diiringi dengan umpama sbb: “ Rundut biur ni eme mambahen tu porngisna, masijaitan andor nigadong mambahen tu ramosna.”

3- Bintang Maratur : Ulos ini raginya menggambarkan jejeran Bintang yang teratur, Jejaran bintang ini menggambarkan orang yang patuh ,rukun seia sekata dalam ikatan kekeluargaan juga dalam sidangonon (kekayaan)atau hasangapon ( kemuliaan) tidak ada yang timpang. Semuanya berada dalam tingkatan yang rata-rata sama. Leluhur (omputa sijolojolo tubu) pernah berkata bahwa “Ulos siboru Habonaran, Siboru Deak Parujar, mulani panggantion dohot parsorhaon,pargantang pamonori na so boi lobinaso boi hurang. maka ulos itu disebut adalah: Bintang maratur (marotur), Siatur maranak, siatur marboru, siatur hagabeon, siatur hamoraon., bagi orang yang mau memintaknya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

clip_image002[6]

Oleh karena itu didalam menyampaikan ulos ini sering diiringi dengan Kata-kata sbb: “ Ulos bintang marotur do on, asa sai anggiat ma diatur jala dilehon Tuhanta yang Maha pengasih (Debata parasi ro ha) di hamu hagabeon dohot pansamotan, asa ro nian angka i di tingki na lehet, diombas na denggan jala mambahen tua dihamu”. Kalau ulos ini jadi Parompa untuk diuloskan maka dikatakanlah sbb: “ Ia ulos on bintang marotur do, asa sai anggiat ma diparbisuhi Tuhanta Yang Maha Pengasih (debata Parasi ro ha) I hamu manogunogu jala mangatur dakdanakon dohot angka tinodohonna na naeng ro dope, sai gabe jolma na olo aturon ma ibana jala ibana sandiri gabe jolma n malo mangatur angka tinodohonna, tu hadengganon dohot harentaon.”.

 

4- Ulos Godang: kadang disebut juga ini adalah “Sadum- Angkola”, memang diakui Ulos ini sangat bagus dan Cantik harganyapun termasuk mahal dan lebih mahal dari Ragidup meskipun derajatnya lebih rendah dari Ragidup. Ulos ini sering diuloskan kepada anak kesayangan, filsafat dari ulos ini adalah sbb: Agar harapan kepada anak yang diulosi dapat seperti nama ulos tersebut “Ulos Godang” dihari kemudian dan memberi kebaikan atau dapat menyenangkan keluarga dekat dan teman-temannya, kerna perbuatan baiknya itu maka anak tersebut mendapat berkah dari Tuhan.

5- Ulos Ragihotang : Pada zaman dahulu rotan (hotang) adalah tali pengikat sebuah benda yang sangat kuat dan ampuh. Inilah yanglambangkan oleh ragi tersebut, oleh karena itu ulos ini diberikan kepada pengantin disebut sebagai „ulos Hela“. Dengan pemberian ulos ini maka maksudnya adalah agar ikatan batin kedua pengantin dapat teguh dan kokoh seperti rotan. Dan cara memberikannya pada kedua pengantin ial;ah disampirkan dari sebelah kanan pengantin, ujungnya dipegang dengan tangan kanan laki-laki, dan ujung sebelah kiri dipegang tangan kiri pengantin perempuan lalu disatukan ditengah dada seperti terikat. Umumnya ulos ini sering dipergunakan masyarakat Batak karena kharisma yang dimilikinya, Ulos Ragi Hotang yang baik namanya adalah “ Potir si na gok”.

6- Ulos Sitolu (n) Tuho: Disebut sitoluntuho, karena raginya berjejer tiga merupakan tuyho atau tugal (yang biasanya dipakai untuk melonangi tanah menanam benih). Ini adalah ulos yang sesuai dengan simbol Dalihan natolu. Jadi kalau ulos ini diuloskan kepada penganten atau untuk paropa diiringi dengan : “Manat mardongan tubu, elek marboru, somba marhulahula”, dan ditambahi dengan kata-kata lain, atu umpasa yang sesuai dengan tujuan atau kepada siapa dan dalam rangka apa pemberian ulos itu, apakah untuk memberi pasu-pasu agar saling mencintai dan sampai hari tuanya, untuk pasu-pasu Hagabeon, atau untuk pasu-pasu pansamotan. Juga ulos ini diberikan oleh Hulahula kepada pihak boru yang masih terhitung jauh maka disebut “ulos panoropi“

7- Bolean : Ulos ini sering diberikan kepada anak atau keturunanya yang sedang mengalami kemalangan/kesulitan sebagai penghiburan (mangapuli).

8- Sibolang : dulu namanya “siBulang”. Dahulu Ulos ini diberikan sebagai penghormatan kepada orang pantas di hormati karena berjasa. Kalau sekarang diberikan untuk mangulosi Hela maka diberilah namanya “Ulos Pansamot”, dengan harapan kepada yang diulosi, agar dapat menjadi tempat pengaduan. Juga ulos ini sering juga dibuat untuk menghadapi adat kepada yang meninggal, juga dibuat sebagai “tujung” bagi janda atu duda (namabalu). Dengan kata lain ulos ini dapat dipergunakan untuk suka cita dan duka cita, kalau ulos dipergunakan untuk duka cita biasanya dipilih yang warnanya hitam menonjol, sedangkan untuk suka cita diberikan yang berwarna putihnya menonjol. Dalam acara duka cita ulos yang berwarna hitamnya menonjol paling sering dipergunakan untuk “ulos saput“. Sedang dalam perkawinan ulos ini dipergunakan sebagai tutup ni Ampang, dan ulos yang warna putih menonjol digunakan dengan menyandangkan disebut „ulos Pamotari“.

9- Ragidup : Membuat Ulos ini memang sangat sulit dan rumit, dan ulos ini termasuk ulos yang bernilai tinggi atau mempunyai kelas, karena bila diperhatikancorak ulos ini sepertinya hidup, dan ada juga mengatakan ulos ini sebagai “simbol ni ngolu” . oleh karenanya Orang Batak tidak takut miskin asal bisa hidup seperti dikatakan umpasa; “ Agia lapalapa asal ditoru sobuan, agia pe malapalap asal ma di hangoluan; Ai sai naboi do partalaga gabe parjujuon.” Karena ulos ini termasuk istimaewa maka semua bagian-bagian dari ulos ini mempunyai makna seperti:

clip_image002[10]

1- Dua sisinya boleh dikatakan sebagai batas, yang berarti bahwa ada batis didunia ini.

2- Diantara sisi dua itu ada tiga bagian yaitu bagian tengah dari yang tiga itu disebut “badan” sedangkan yang dua lagi bagian ujung (hampir sama bentuknya) disebut “inganan ni na pi narhalak baoa, sedang yang satu lagi adalah inganan ni napinarhalak ni boru.” Badan warnanya “merah pangko birong” bentuknya dan bergaris-garis putih (“honda”, sedangkan nadiparhalak baoa dan nadiparhalak boru sebagai simbol hagabeon mendapat anak dan boru dan didalamnya terdapat juga

3 bunga (Gorga) yang dinamakan : 1- “Antinganting” sebagai simbol kekayaan. 2- “Sigumang” sebagai simbol ketekunan dan kemakmuran , karena Sigumang adalah hewan yang termasuk rajin dan tekun. 3- “Batu ni ansimun” sebagai simbol kesehatan sebagai mana yang sering disebut “ Ansimun sipalambok, tawar sipangalamuni.” Karena Ulos ini adalah ulos yang sangat berarti dan bermakna maka untuk membeli atau mendapatkan ulos ini harus hati hati , semua bentuk ataupun gorga yang ada di ulos itu sangat menentukan oleh karenanya ulos itu haru mempunyai syarta sbb: 1- Harus Terang dan bersih (tio/torang) dilihat ulos tersebut. 2- Harus rapi tenunannya. 3- Harus ganjil bilangan “honda”. 4- harus tepat bilangan “ipon” nya. (yaitu beberapa ragi bunga yang posisinya ada diantara “ Sigumang” dengan “Batu ni ansimun”.

Ragi Idup Silindung.tipe ragi idup dari daerah Silindung (Tarutung).Dalam system kekeluargaan orang Batak. Kelompok satu marga ( dongan tubu) adalah kelompok “sisada raga-raga sisada somba” terhadap kelompok marga lain.

clip_image002[12]

Ada pepatah yang mengatakan “martanda do suhul, marbona sakkalan, marnata do suhut, marnampuna do ugasan”, yang dapat diartikan walaupun pesta itu untuk kepentingan bersama, hak yang punya hajat (suhut sihabolonan) tetap diakui sebagai pengambil kata putus (putusan terakhir).Dengan memakai ulos ini akan jelas kelihatan siapa sebenarnya tuan rumah.

10- Ragidup silinggom : Perbedaan Ragidup Silinggom dengan Ragidup yang biasa adalah warna/bentuknya holom (linggom) karena itu disebut Rgidup siLinggom, Ulos ini diberikan kepada anak yang mempunyai pangkat (kekuasaan) Filsafatnya “ agar dapat berlindung pada orang yang diberikan ulos, bagi orang yang lemah dan miskin, kalau ini dipenuhi oleh yang mendapatkan ulos maka dianya akan mendapat pasu-pasu dari Tuhan. Dan ulos ini jarang dijual belikan kalaupun ingin mendapatkannya harus dipesan kepada partonun. Ulos ini sekarang sering diberikan kepada pejabat yang sedang berkunjung kedaerah.

11- Ulos surisuri togutogu : Ada keistimewaan ulos ini rambu-rambunya tidak dipotong bahkan dia terus bersambung (mardomu), jadi layaknya seperti sarung, karena itu memakaikannya harus disarungkan, oleh karena itu ulos ini sering disebut “ulos Lobulobu” dengan arti biar masuk segala yang baik kerumah orang yang memakainya. Kalau ulos ini dipakai anak gadis untuk menggendong adiknya (ibotonya) sering dia bersenandung sbb: “ Ulos lobulobu, marrambu ho ditongatonga, tibuma ho ito dolidoli, jala mambahen silasni roha.”

image

Tetapi kalau yang digendongnya adalah adiknya perempuan maka senandungnya adalah sbb : “ Ulos lobulobu, marrambu ho ditongatonga, sinok mamodom ho anggi, suman tu boru ni namora.”

12- Ulos Jungkit : Ulos ini disebut ulos na ni dondang atau ulos purada. Purada atau permata merupakan penghias dari ulos tersebut. Dahulu ulos ini dipakai oleh para anak gadis dari keluarga Raja-raja merupakan hoba-hoba yang dipakai hingga batas dada. Juga pada waktu menerima tamu pembesar atau pada waktu kawin. Dahulu Purada atau permata ini dibawa oleh saudagar dari India lewat pelabuhan Barus, akan tetapi pada pertengahan abad XX ini, permata tersebut tidak lagi diperdagangkan maka bentuk permata dari ragi ulos tersebut diganti dengan cara manjungkit benang ulos tersebut. Ragi yang diperoleh hampir mirip dengan kain songket buatan Rejang dan lebong, karena proses pembuatannya yang sangat sulit menyebabkan ulos ini merupakan barang langka sehingga kedudukannya diganti dengan kain songket tersebut. Inilah sebabnya baik didaerah leluhur siraja Batakpun pada waktu acara perkawinan kain songket ini dipakai pengganti ulos na didondang. Ini salah satu bukti bahwa nilai ulos sudah pudar bagi orang Batak

13- Ulos Jugia : Ulos disebut juga “ulos na so ra pipot“ atau Pinunsan. Biasanya disimpan di „parmonang-monang“ sebagai ulos komitan. Menurut kepercayaan lama ulos ini tidak dapat dipakai sembarang orang kecuali orang yang sudah saur matua (mempunyai cucu dari anaknya laki-laki dan anaknya perempuan). Selama masih ada anaknya yang belum kawin atau belum punya keturunan, walaupun telah mempunyai cucu dari anak laki-laki dan anak perempuan biasanya masih sungkan untuk memakai ulos Jugia ini. Hanya orang yang disebut “na gabe” yang berhak memakai ulos ini karena ukuran hagabeon dalam adat Batak bukanlah ditinjau dari kedudukan satau pangkat melainkan keturunannya apakah semua sudah “hot ripe”.Beratnya aturan pemakaian jenis ulos ini menyebabkan ulos ini merupakan benda langka hingga banyak orang yang tidak mengenalnya. Ulos Jugia sering merupakan barang warisan orang tua kepada anaknya karena nilainya sama dengan Sitoppi ( emas yang dipakai oleh isteri Raja-raja pada waktu pesta).

14- Ulos Runjat: Ulos ini biasanya dipakai oleh orang-orang kaya atau orang terpandang sebagai ulos edang-edang (pada waktu pergi keundangan). Ulos ini dapat juga diberikan kepada pengantin oleh keluarga dekat menurut versi (tohonan) Dalihan Na Tolu diluar husuhutan Bolon.

clip_image002[14]

Misalnya oleh Tulang, Pariban dan Paramai.. Juga ulos Runjat ini dapat diberikan pada waktu mangupa-upa atau ulaon si las ni roha(acara gembira). Ulos Ragidup, ulos Jugia, Ragi Hotang,Ulos Sadum, dan ulos Runjat boleh dikatan jenis ulos homitan (simpanan) yang hanya kelihatan pada waktu tertentu saja. Karena ulos ini jarang dipakai , hingga tidak perlu dicuci. Ya cukup dijemur di siang hari pada waktu bulan purnama (tula)

15- Ulos Surisuri Ganjang: Ulos ini bernama ulos surisuri. Karena raginya berbentuk sisir yang memanjang maka dinamakan ulos surisuri ganjang. Dahulu ulos ini dipergunakan sebagai ampe-ampe/hande-hande .

clip_image002[16]

Pada waktu margondang ,ulos ini dipergunakan oleh pihak hulahula untuk manabei pihak borunya. Karena ulos ini sering juga disebut ulos sabe-sabe. Ada keistimewaan ulos ini yaitu ukuran panjang melebihi ulos biasa, dan bisa dipakai sebagai ampe-ampe bila dipakai dua lilit pada bahu kiri dan kanan sehingga kelihatan ssipemakai sepertinya memakai dua ulos.

image

Aturan-aturan tentang pemberian Ulos:

Berbicara adat Batak maka Ulos membawa peranan besar, jadi dalam setiap upacara adat Batak maka Prinsip Dalihan Natolu berlaku dengan demikian Ulos sebagai sarana Hula-hula memberi pasupasunya kepada hasuhutan .

Pihak mana yang memberi Ulos dan kepada siapa diberi Ulos diantara suku Batak ada beberapa perbedaan, seperti didaerah Toba, Simalungun, dan Karo yang memberi Ulos adalah pihak Hula-hula kepada Boru. Sedangkan di Papak (Dairi), Tapanuli Selatan, pihak borulah yang memberikan ulos kepada Hulahula (Moranya), atau Kula-kula.

Meskipun ada perbedaan ini bukan berarti mengurangi nilai dan makna suatu ulos dalam upacara Adat.

Disamping Hula-hula yang dapat memberikan ulos ,juga Dongan tubu, dan pariban yang lebih tua bisa memberi ulos kepada orang yang berhajat. Jadi kesimpulannya yang dapat memberi ulos adalah orang yang mempunyai kedudukan lebih tinggi (dalam urutan kekeluargaan) dari sipenerima Ulos.

Dalam pesta perkawinan umpamanya tat urutan pemberi ulos adalah sebagai berikut:

  1. Orang tua Pengantin perempuan.
  2. Tulang pengantin perempuan, termasuk tulang rorobot.
  3. Dongan sabutuha dari orang tua pengantin perempuan yang dalam hal ini disebut Paidua (pamarai)
  4. Pariban yaitu boru ni hulahula (orangtua penganti perempuan)
  5. terakhir tulang pengantin laki-laki, setelah kepadanya diberikan bahagian dari sinamot yang diterima orang tua pengantin perempuan dari pihak paranak (Titin marakup) yaitu sebanyak 2/3 dari pihak parboru dan 1/3 dari Paranak. Tintin Marakup ini disampaikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada tulang sianak (pengantin laki-laki), maka dinamaknlah “Tintin Marakup”.

Tata cara pemberian Ulos:

Menurut tatacara adat Batak setiap orang akan menerima minimum 3 macam ulos, dari mulai lahir sampai akhir hayatnya. Ulos inilah yang disebut ulos na marsituhu yang dapat digolongkan sebagai ulos ni tondi, menurut falsafah Dalihan na tolu.

Adapun perincian ketiga ulos tersebut adalah :

  1. Diterima sewaktu dia dilahirkan disebut ulos “Parompa”.
  2. Diterima pada masuk jenjang perkawinan disebut “Ulos Hela”.
  3. Diterima sewaktu meninggal disebut “Ulos Saput”

Bila seseorang meninggal dalam usia muda atau meninggal tanpa meninggalkan keturunan (mate hadiaranna) maka kepadanya diberikan ulos yang disebut “Ulos par olang-olangan”

Bila meninggal dan meninggalkan anak masih kecil-kecil (sapsap mar dum), bila laki-laki disebut “Matipul Ulu”, bila perempuan disebut “Marompas tataring”,maka kepadanya diberi ulos Saput.

Bila meninggal sari/saur matua maka dia mendapat “Ulos Panggabei” yang diterima dari semua hulahula , baikhulahula sendiri maupun hulahula ni anak serta hulahula dari cucu. Biasanya ulos panggabei ini diterima oleh seluruh turunannya. Pada saat seperti inilah berjalan ulos “Jugia”, dan ulos jugia ini diberikan kepada orangtua yang turunannya belum ada yang meninggal (martilaha matua).

I- Pemberian ulos kepada anak yang baru lahir:

Bila anak lahir, ada dua hal yang perlu diperhatikan :

1- apakah anak yang lahir tersebut anak sulung atau tidak;

2- Apakah anak tersebut anak sulung dari seorang anak sulung dari satu keluarga?“

Pada point pertama , bila anak tersebut adalah anak sulung dari seorang Ayah yang bukan anak sulung maka yang menamakan nama (mampe goar) cukup orang tuanya saja. Tetapi pada point kedua yang lahir itu adalah anak sulung dari seorang Ayah sulung pula pada satu keluarga maka yang bmemberi nama (mampe goar) adalah Ayahnya sendiri dan kakeknya. ( amani si.... dan Ompu ni......).

Perlu diperhatikan pada gelar ompu......, Bila gelar tersebut tidak mempunyai kata sisipan „Si“ maka gelar yang diperoleh itu adalah dari anak sulung perempuan (ompu bao). Dan sebaliknya pabila mendapatan sisipan „Si“ menjadi Ompu si...., maka berarti gelar ompu tersebut berasal dari anak sulung laki-laki (ompu suhut).

Untuk point pertama tadi, pihak hulahula hanya menyediakan 2 buah ulos yaitu 1- ulos Parompa untuk sianak 2- Ulos Pargomgom mampe goar untk Ayahnya.Untuk si anak sebagai parompa dapat diberikan ulos Mangiring, sedangkan untuk Ayahnya diberikan ulos Suri-suri ganjang.

Untuk point kedua, pihak Hulahula harus menyediakan ulos sebanyak 3 buah, yaitu 1- ulos Parompa untuk sianak, 2- ulos Pargomgom untuk si Ayah, 3- Ulos Sitolutruho sebgai bulang untuk ompungnya.

Seiring dengan pemberian ulos tersebut , maka kata-kata yang diucapkan sebagai berikut( untuk anak yangbaru lahir):

“Ucok, sadarion nunga pinuka goarmu, sai anggiat ma goar mi goar marsarak, goar na mura jou-jou on, hipas-hipas ho mamboan. Dison pasahaton nami ma tu ho ulos pangiring, asa mangiring anak dohot boru ho sian on tu joloan on, Horas ma“.

(artinya: Ucok, hari ini sudah ditabalkan namamu, semoga namamu itu nama yang terkenal dan mudah di sebu-sebut, semoga kau sehat-sehat membawa namamu itu, disini kami sampaikan untukmu satu ulos pangiring, agar membawa anak dan boru kau pada waktu yang akan datang, Horasma)

Sedangkan kata-kata untuk si Ayah dan Ibunya sebagai berikut:

“Di hamu hela/boru nami, mulai sadarion marbonsir naung pinuka goar ni buha baju muna, sadarion mulai mampe goar ni buha baju muna, sadarion mulai mampe ma goar dihamu mar amni dohot inani…., dison pasahatan nami ma tu hamu ulos suri suri ganjang, asa ganjang umurmu mamboan goar panggoari ni pahompu i. Hata ni umpama ma dohonon nami;

(artinya: Bagi kalian Menantu dan boru kami, mulai sekarang sehubungan dengan ditabalkan nama anak pertama kalian, mulai sekarang kalian ditabalkan dengan nama anak kalian tersebut menjadi amani…. Dan ina ni…..; disini kami sampaikan satu ulos suri-suri ganjang, agar panjang umur kalian membawa nama cucu tersebut, seperti kata umpasa kami katakan)

§ Tubu ma hariara, diatsa nitorna di ginjang, lehetma I boroytan ni horbo siopat pusoran.

Mantak goar sijou-jou on mai, hipasjala mariang, goar na mura jouon, dirgak bohi mamboan.

Kata-kata yang diucapkan kepada sikakek (ompung):

“Di hamu lae dohot ito, dibagasan sadarion ditonga ni jabu na marsangap namartua on, ima jabu sigomgom pangisi na on marlas ni roha hita, ala nunga jumpang na niluluan, tarida na dijalahan. Mula sadarion mampe goar do hamu lae, ito , marompuni... ala marbonsir sian goar ni pahompunta na ta pungka sadarion. Hupasahat hami ma tu hamu ulos ragi idup songon patuduhon balga ni roha nami. Hata ni umpasa do honon nami dihamu:

(artinya: Bagi kalian lae dan ito, pada hari ini ditengah rumah na marsangap na martua ini, yaitu rumah yang melindungi penghuni yang sedang bersukacita karena kita telah menemui yang dicari , dan nampak yang dicari. Mulai sekarang kalian menyandang nama Marompu…. Sehubungan dengan nama cucu kita yang kita tabalkan sekarang. Kami sampaikanlah satu ulos ragi idup sebagai menunjukkan senang hati kami . seperti kata umpasa kami katakan pada kalian)

§ Andor hadumpang ma togu-togu ni lobu;

Saur matua ma hamu lae ito, mamboan goar I huhut mangiring-iring pahompu.

II- Tata cara pemberian Ulos pada saat perkawinan:

image

Dalam upacara perkawinan ,pihak hulahula harus menyediakan ulos si tot ni pansa yaitu:

1- Ulos marjabu (hela dohot boru)

2- Ulos pansamot/gomgom untuk orang tua pengantin Laki-laki.

3- Ulos Pamarai diberikan kepada saudara yang lebih tua dari pengantin laki-laki atau saudara kandung Ayah.

4- Ulos Simolohon diberikan kepada iboto pengantin laki-laki atau bila belum ada yang menikah iboto dari Ayah.

Ulos yang tersebut diatas disebut adalah ulos yang paling minimal harus disediakan oleh hula-hula (orang tyua pengantin perempauan).

Adapun ulos tutup ni ampang diterima oleh boru diampuan hanya bila perkawinan tersebut dilakukan ditempat pihak keluarga perempuan (dialap jual). Bila perkawinan tersebut dilaksanakan ditempat keluarga laki-laki (ditaruhon jual) ulos tutup ni ampang tidak diberikan.

Sering kita lihat banyak ulos yang diberikan kepada pengantin oleh keluarja dekat, dahulu ulos inilah yang disebut ragi-ragi ni sinamot. Biasanya yang mendapat ragi ni sinamot (menerima sebahagian dari sinamot) memberi ulos sebagian imbalannya, dalam umpama disebut: “Malo manapol,ingkon mananggal”, Umpasa ini mengandung pengertian, orang Batak itu tidak mau terutang adat, tetapi dengan adanya istilah rambu pinudun yang dimaksud kan semula untuk mempersingkat waktu, berakibat kaburnya, siapa penerima gologoli dari ragi-ragi ni sinamot. Ini berakibat timbulnya kedudukan yang tidak sepatutnya (margoli-goli). Maksudnya untuk membalas undangan pesta adat yang diberikan kepada ale-ale (umum), kadang-kadang disamping memberi tumpak/kado bahkan para undangan memberi ulos atau dengan istilah Ulos Holong. Sedangkan Istilah Ulos Holong sebenarnya adalah diluar prinsip “Dalihan Na Tolu”.

Cara pemberian ulos:

Ulos Ragihotang telah dipersiapkan Hulahula (orang tua pengantin perempuan) untuk diberikan kepada pengantin yang disebut Ulos Hela (ulos marjabu).

clip_image002[18]

Tetapi apabila orang tua pihak perempuan diakili oleh keluarga dekat maka dia berhak memberikan ulos tersebut kepada pengantin. Dan sebaliknya apabila Orang tua laki-laki yang diwakili maka ulos pansamaot tersebut harus diserahkan dala keadaan terlipat, sedang ulos Pargomgom (untuk pangamai) dapat diserahkan secara biasa. Biasanya pada acara demikian pihak Hula-hula harus mempersiapkan ulos sebanyak 20 (dua puluh) ulos untuk ulos Pansamot dan ulos Pargomgom.

Sedangkan kata-kata yang diaturkan oleh Hulahula adalah sebagai berikut:

”Hupasahat hami dison sada ulos tu hamu amang hela dohot tu ho borungku, sada ulos herbang na ganjang, hapal jala bidang. Taringot tu ganjang na, tujuan na sai tu ganjang na ma antong umurmu songon ni dok ni umpasa:

(artinya: kami sampaikan disini untuk kalian menantu kami serta untuk kau boruku satu ulos yang lebar dan panjang, tebal serta besar. Mengingat panjangnya agar panjang umur kalian seperti yang dikatakan umpasa)

  • Ni umpat padang togu, mangihut simar bulu-bulu;

Tu lelengna hamu mangolu, rodi na sarsar uban di ulu.

Taringot dihapalna, tujuanna sai tu hapal ma holong ni roha di hamu na nadua songon nidok ni umpama:

(artinya: mengingat tebalnya, tujuannya agar tebal rasa cinta mencintai pada kalian seperti yang dikatakan umpasa)

  • Mar siamin aminan ma hamu, songon lampak ni gaol;

Marsitungkol tungkolan songon suhat di robean,

Ia mangangkat rap tu ginjang, manimbung rap tu toru,

Tongon ma hamu sahata saoloan

Taringot tu bidang na on natujuanna sai tubuan tampuk ma hamu sian asi ni rohani Tuhanta songon nidok ni umpasa:

(artinya: mengingat lebarnya bermaksud semoga kalian melahirkan keturunan berkat kasih dari Tuhanseperti yang dikatakan umpasa)

  • Situmbur ni pakkat, tu situmbur ni hotang;

Tusi hamu mangalangka, disi ma hamu dapotan.

  • Binanga ni sihombing ma, binongka di tara bunga;

Tu sanggar ma amporik, tu lubang ma satua,

Sai siur ma na pinahan, gabe na ni ula.

Kemudian disandangkan ulos tersebut kekedua pengantin, setelah selesai pemberian ulo maka dijemputlah sedikit beras (boras sipir ni tondi) ditaburkan kepada umum sambil menyerukan Horas 3 kali.

Kemudian menyusul pemberi ulos kepada orang tua pengantin laki-laki atau wakilnya. Umpasa berikut sering disampaikan seiring dengan pemberian ulos:

“Jongjong do hami dison lae , ito pasahathon sada ulos na margoar ulos pansamot tu hamu siala naung hujalo hami sinamotmu, marbonsir diulaonta sadarion. Jala laos on ma ito lau ulos pargomgom asa mulai sadarion, gomgomonmu ma anakmu dohot parumaenmu.Songon nidok ni umpasa ma:

(artinya: Kami berdiri disini lae, ito untuk menyampaikan satu ulos yang bernama ulos pansamot untuk kalian karena kami telah menerima sinamot/mas kawin kalian, sehubungan dengan acara kita hari ini. Jadi inilah ito ulos panggomgom agar mulai sekarang kau ayomi anakmu serta menantumu seperti apa yang dikatakan umpasa:)

  • Manginsir ma sidohar, diuma ni palipi;

Tudeak na ma hamu marpinompar, jala bagasmu sitorop pangisi.

Songon panutup ito:

(artinya: sebagai penutup ito:)

  • Sahat sahat ni solu ma sahat tu bontean;

Nunga saut tu parhorasan, sahat tu panggabean.

Sesudah itu berjalanlah pemberi ulos (sitot ni Pansa) kepada pamarai dan simolohon. Pemberian ulos ini biasanya diwakilkan kepada suhut paidua.

Setelah ulos-ulos lainnya berjalan maka sebagai penutup adalah pemberian ulos dari tulang laki-laki di sebut Ulos panggabei. Ini dilaksanakan setelah acara pemberian Tintin marangkup.

III- Ulos pada upacara kematian

image

Ulos yang diserahkan pada waktu meninggal, Apabila seseorang meninggal, seperti dikatakan tadi inilah yang terakhir dia menerima ulos dari Hulahulanya.

Tingkat kematian menentukan jenis ulos yang diberikan. Jika seseorang meninggal muda maka ulos yang diberikan dinamai ulos „Parolang-olangan“ dan biasanya dari jenis parompa . Dan bila yang meninggal adalah telah berkeluarga (matipul ulu/ marompas tataring), maka ulos yang diserahkan pada orang yang meninggal adalah „Ulos Saput“, dan pada isterinya/jandanya diberikan „Ulos Tujung“.. Bila yang meninggal saur atau sari matua maka kepadanya diberikan „Ulos Panggabei“.

Tentang Ulos Saput dan Tujung perlu dijelasjkan tentang pemberiannya. Menurut para orang tua, yang memeberikan saput ialah pihak Tulang sebagai bukti bahwa tulang masih tetap ada hubungannya dengan berenya. Sedang Ulos Tujung diberikan oleh pihak Hula-hula .Ini penting agar tidak terjadi kesalahan.

Tata cara pemberiannya:

Bila yang meninggal seorang anak (belum berkeluarga) maka tidak ada acara pemberian sapaut. Bila yang meninggal adalah orang yang telah berkeluarga maka pihak pihak hula-hula mempersiapkan ulos Tujung dan Pihak Tulang menyediakan Ulos Saput, untuk diserahkan, seiring dengan pemberian ulos tersebut maka pihak Tulang memberi ulos Saput dari Tulang menyerahkannya dengan kata-kata:

“Dison bere hupasahat hami dope sada ulos tu ho songon saput ni dagingmu, ulos parpudi laho manopot sambulom. Songon tanda do on na dohot do hami mar habot ni roha di halalaom. Pabulus ma roham, topot ma ingananmu rap dohot Tuhanta na patulus pardalanmu”.

(artinya: Disisni bere kami sampaikan lagi sebuah ulos untuk kamu sebagai pembalut badanmu, ulos terakhir untuk menemui tanah asalmu. Ini sebagai tanda menunjukkan bahwa kami ikut berduka cita atas keberangkatanmu. Ikhlaskanlah, dan pergilah kau menemui Tuhanmu)

Kemudian pihak hulahula memeberikan tujung:

“Sadarion (ito/hela) pasahaton nami do tuho ulos tujung. Boha bahenon ito/hela, nunga songon i huroha bagian mu, marbahir siubeonmu, sambor nipim mabalu ho. Alani I unduk ma panailim marnida halak, patoru ma dirim maringot Tuhan, songon nidok ni umpasa ma dohonon nami:

(artinya: Hari ini ito/hela kami sampaikanlah kepadamu Ulos Tujung. Apa yang harus dikatakan lagi ito/hela sudah harus begitu nasibmu, marbahir siubeonmu, sambor nipim kau menjadi janda/duda. Oleh karena itu tunduklah pandangan mu melihat orang, dan rendahkan lah hatimu mengingat Tuhan)

  • Hotang binebe-bebe, hotang punulos-pulos;

Unang iba mandele, ai godang do tudos-tudos.

Setelah beberapa hari berselang maka dilanjutkan dengan upacara mengungkap tujung yang dilakukan oleh pihak Hula-hula. Mengenai waktunya tergantung kesepakatan kedua belah pihak.

Hulahula menyediakan beras dipiring, air bersih untuk mencuci muka dan air puti satu gelas, Acara dibuat pada waktu pagi (parnakok ni mataniari). Kata-kata untk mengiringi acara tersebut adalah:

”Sadarion ungkapon nami ma tujung on sian simajujungmu, asa ungkap na ari matiur, ungkap silas niroha tu hamu di joloanon, husuapi ma dainang/ helangku asa bolong sude ilu ilum, na mambahen golap panailian.

(artinya: Hari ini kami buka tujung ini dari kepala kamu, agar terbuka hari yang cerah, membuka kesenangan pada masa-masa yang akan datang, saya cuci mukamu ito/hela agar terbuang semua kesedihanmu yang membuat gelap penglihatanmu.)

  • Sai bagot na ma dungdung ma tu pilopilo na marajar;

Sai mago ma na lungun tu joloanon, ro ma na jagar.

Dison muse aek sitiotio, tio inum dainang/ laengku ma on, sai tio ma panggabean tio parhorasan di hamu tu joloanon. Huhut dison boras sipir ni tondi, sai pir ma nang tondim.

( artinya: Ini ada air yang sangat jernih, jernih diminum oleh ito/lae, agar terang panggabean, terang parhorasan bagi kalian dihari mendatang. Serta disini ada beras spir ni tondi agar kuat tondimu.)

  • Martantan ma baringin, marurat jabi-jabi

Horas ma tondi madingin, tumpakon ni Mulajadi.

Beras kemudian dijemput lalu ditaburkan diatas kepala sebanyak tiga kali. Biasanya seluruh anak yang ditinggalkan almarhumpun dicuci mukanya dan ditaburkanberas dikepalanya.

Dahulu kepada sipemberi ulos biasanya diberikan piso-piso sebagai panggarar adat. Sekarang ini sering diganti dengan uang.

IV- Memberi Ulos Panggabei:

Bila seorang tua yang sari atau atau saur matua meninggal, maka seluruh hulahula akan memberikan ulos panggabei. Dan biasanya ulos ini tidak lagi diberikan kepada yang meninggal akan tetapi kepada seluruh turunannya (anak, pahompu, cicit).

Kata-kaya yang mengiringi pemberian ulos adalah sebagai berikut:

“Di hamu pomparan ni lae nami (amang boru) on. Dison hupasahat hami tu hamu sada ulos panggabei. Ulos on ulos panggabei,sai mangulosipanggabean ma on, mangulosi parhorasan, mangulosi daging dohot tondimu, hamu sude pomparan ni lae/amangboru on. Horas ma dihita sude..”

(artinya: Untuk kalian semua keturunan lae/ amang boru kam, idisini kami sampaikan satu ulos panggabei. Ulos ini ulos panggabei, agar mangulosi panggabean bagi kalian, mangulosi parhorasan, dan mangulosi badan dan tondi kaliansemua keturunan lae/amang boru ini, horas bagi kita semua.)

Biasanya ulos ini jumlahnya sesuai dengan urutan hulahula mulai dari hulahula, bona tulang, bona ni ari, dan seluruh hulahula anaknya maupun hulahula cucunya.

Begitulah kurang lebih tentang Ulos dengan filsafat hidup yang terkandung didalamnya.

Beras (sipir Ni tondi) :

image

Sebagai bahan pokok sehingga beras dianggap sebagai bahan sumber kehidupan yang sangat penting, oleh karena itu Beras dianggap memiliki kekuatan magis memberikan kehidupan bagi manusia, itulah sebabnya harus dijaga dan diurus dengan baik, tidak boleh dbuang sembarangan dan harus disimpan ditempat khusus, karena itulah Beras dibuat sebagai simbol pemberian atau mengukuhkan tondi ”Sipir ni tondi”, (penguat jiwadan roh) yang bermakna jauh dari gangguan roh-roh jahat. Beras umumnya diberikan oleh pihak Hulahu pada borunya.

Tata cara pelaksanaan adat Batak - 6

III-Parhataan :

Dalam setiap upacara adat, betutur kata mempunyai persyaratan tertentu, tidak boleh asal bicara, kasar unsur marah,menyindir menyinggung perasaan, jadi harus wajar tepat dan pantas, tulus, dan kekeluargaan. Karena ada keyakinan orang Batak kalau berbicara dengan perkataan buruk akan mendapat dampak buruk pula dan kehancuran dan dan sebaliknya berkata baik akan mendapat yang baik dan keberuntungan.Oleh karena itu didalam parhataan selalu diselipkan peribahasa atau perumpamaan yang keindahan dan nilai-nilai moralnya sangat menentukan kesopansantunan didalam setiap berbicara. Peranan Raja parhata (juru bicara) yang mempunyai kemampuan bertutur kata yang baik sangatlah penting agar terhindar dari dampak negatif.

IV- Umpasa dan Umpama :

Hampir boleh dikatakan disetiap berbicara tentang budaya Batak, Umpasa berperanan besar, suatu bentuk puisi yang bernafaskan pemberian berkat (hata pasu-pasu), jadi suatu permohonan kepada yang Maha Kuasa agar kandungan makna rangkaian klimat tersebut benar-benar dapat terwujud dan menjadi kenyataan nikmat yang dapat dirasakan oleh orang yang dituju sesuai dengan falsafa dan kepercayaan Orang Batak.

Umpasa bukan saja hanya sekedar puisi berpantun, yang dibuat orang karena suatu keahlian semata-mata dan tercipta seketika pada saat kita diberi kesempatan memperoleh jambar hata, namun Umpasa tercipta melalui suatu kejadian yang kemudian diambil hikmahnya dengan penuh sakral sejalan dengan alam pikiran dan falsafah orang Batak.

Oleh karena Umpasa tercipta berdasarkan pengalaman pada ompu sijolojolo tubu, maka isi selalu berdasarkan perumpamaan alam ketika itu. Memamng sekarang sering dimasukkan unsur-unsur modern dengan mengganti kata-kata yang dikenal saat sekarang. Baiknya demi menjaga ke sakralan dan keindahan umpasa sebaiknya kita pertahankan Umpasa yang dibuat oleh pendahulu (ompu sijolojolo tubu. Tidak masalah umpasa tersebut bolak balik atau sering diucapkan, yang penting makna dan tujuannya yang perlu dikhayati dan di resapi.

Umpasa di ucapkan setelah inti masalah di utarakan, untuk menekankan bahwa inti kata-kata yang diutarakannya itu layak dan didukung oleh ompu sijolojolo tubu dalam bentuk Umpasa yang dibuat mereka.

Adapun perbedaan Umpasa dengan Umpama adalah :

Umpasa adalah sebagai Tamsil berbentuk pantun dua atau empat baris: Baris pertama sebagai sampiran dan baris kedua asebagai isi, mis:

Ø Landit jala porhot ni simargalagala;

Ø Hansit jala ngotngot naung adong gabe soada.

Sedang kan Umpama adalah: perumpamaan atau peribahasa . sebgai contoh :

Ø Siganda sigandua, tu pusuk ni singgolom;

Ø Nasada gabe dua, utang ni sipahilolong.

Jadi perbedaan antara Umpasa dengan Umpama hanya perbrdaan makna sakral, Umpasa lebih dipergunakan memberi pasupasu.

V-Ulos:

image

Adalah suatu kain tenun taradisional Batak, dengan bermacam corak dan masing-masing mempunyai nama dan makna serta fungsi yang berbeda pula. Umumnya ini diberikan oleh pihak hulahula kepada borunya. Karena Ulos ini memiliki makna religi maka pembuatannya mempunyai persyaratan religi pula, didalam pemberian pasu-pasu oleh hula-hula kepada boru seiring dengan memberi ulos, orang Batak yakin ulos memiliki nilai-nilai sakral itulah sebabnya pihak boru yang mendapat ulos dari hulahulanya merasa mendapat restu (pasupasu) yang dapat memberikan berkat kebahagiaan hidup bagi penerimanya.

Hingga sekarang tradisi memakai ulos masih dapat kita lihat terutama pada acara-acara adat Batak, yang sering dipakai adalah seperti ulos Jugia, Ragi hotang ragi dup, sadum, dan tidak semua ulos dapat dipakai sehari-hari.

Ulos dalam proses pembuatannya, terbuat dari bahan yang sama yaitu benang yang dipintal dari kapas. Dan yang membedakan sebuah ulos adalah proses pembuatan nya yang dapat merupakan ukuran dalam penentuan nilai sebuah ulos

Sedangkan pemberian warna dasar pada sebuah ulos adalah dari sejenis tumbuhan Nila (salaon) yang dimasukkan didalam sebuah periuk tanah yang telah diisi air. Tumbuhan ini direndam (digon-gon) berhari-hari, sampai getahnya keluar, lalu diperas dan ampasnya dibuang.Hasilnya ialah sebuah cairan berwarna hitam ke biru-biruan disebut Itom.

Dalam periuk lain yang disebut (palabuan) disediakan air hujan yang tertampung pada lekuk batu (aek ni naturige) dicampur dengan air kapur secukupnya . Cairan yang berwarna hitam kebiru-biruan tadi dimasukkan kedalam palabuan tadi, lalu diaduk hingga larut, ini disebut manggaru.

Kedalam cairan inilah benang tadi dicelupkan (disop). Sebelum dicelup benang terlebih dahulu dililit dengan benang lain pada bagian tertentu menurut warna yang diinginkan. Baru proses pencelupan dimulai, berulang ulang hingga warna yang diharapkan dapat dicapai, proses ini memakan waktu yang sangat lama, berbulan-bulan bahkan ada yang sampai tahunan.

Setelah warna yang diharapkan tercapai, benang tadi disepuh dengan air lumpur yang dicampur dengan air abu yang dimask hingga mendidih sampai benang benang tadi kelihatan mengkilat. Ini disebut mar-sigira, biasanya pekerjaan ini dilakukan pada waktu pagi ditepi kali.

Bila warna yang diharapkan sudah cukup matang, lilitan benang kemudian dibuka untuk diunggas agar benang menjadi kuat.

Benang ini sebelumnya direndam dulu dengan nasi yang lembek/bubur nasi yang kental, dan sesudah cairan ini meresap keseluruh benang, digantung pada sebuah penggunggasan untuk diunggas. Setiap jenis warna digulung pada hul-hul yang beda. Inilah yang kemudian di ani (dirajut), lalu ditenun.

Bila kita memeperhatikan ulos Batak secara teliti, maka akan kelihatan bahwa cara pembuatannya yang tergolong primitif bernilai seni yang sangat tinggi, tidak kalah bila dibandingkan dengan karya daerah lain.

Tingkatan ulos:

Seperti yang dikatakan tadi bahwa yang membedakan nilai ulos adalah tergantung proses pembuatannya yang mempunyai tingkatan tertentu.

Misalnyabagi seorang gadis yang belajar bertenun, baru diperkenankan membuat ulos parompa (yang dipergunakan untuk menggendong anak) ini disebut Mallage.

Tingkatan ini diukur dari jumlah lidi yang dipakai untuk memebri warna yang diinginkan. Tingkatan yang paling tinggi ialah bila dia telah mampu mempergunakan 7 (tujuh) buah lidi ( marsi pitu lili) dimana yang bersangkutan telah dianggap cukup mampu bertenun segala jenis ulos.

Filsafat tentang Mangulosai:

image

Ini adalah bagian yang penting karena dilatar belakangi sistem perkampungan yang umumnya hidup disekitar pegunungan atau ditepian danau (tao) maka cuzcany/iklimnya selalu dingin, karena itu orang batak sangat mengharapkan/ merindukan panas (halason), yang dapat kita dari umpasa/peribahasanya sbb: “ Sinuan bulu mambahen las, Sinuan partuturan sbahen horas”. Karena itu pada perkampungan Batak umumnya ditananm bambu disamping pertahanan (menjaga musuh) juga berfungsi sebagai penahan angin yang terlalu kencang (membawa dingin) disekitar pegunungan. Ada tiga yang dapat membuat senang “las roha), bagi leluhur di zaman dahulu yaitu: 1- Matahari, 2- Api, 3- Ulos. Masalah Api bukan menjadi sesuatu yang dipikirkan karena itu tetah ada dan teatp ada sesuai dengan waktyunya, sedangkan Api dapat dibuat, tetapi tidak praktis untuk dipergunakan untuk menghangatkan badan terutama pada malam hari, sangat berbeda dengan Ulos hanya tinggal menyelimutkan kebadan saja sudah hangat.Oleh karena itu nenek moyang zaman dahulu untuk memanaskan atau kiasan dari menyenangkan hati anak- anaknya maka diberilah ulos. Begitulah sangat berartinya ulos bagi kehidupan masyarakat Batak, hingga untuk kepesat atau ke pakan (onanpun sering orang batak zaman dulu menyandangkannya ( dialiton). Akhirnya Mangulosi masuk sebagai salah satu unsur dari adat. Dan mempunyai tata cara dalam mempergunakannya sbb: Pemberian Ulos umunya dilakukan oleh yang dituakan maksudnya Dari Tulang (hula-hula) kepada boru (parboruan), Orang tua kepada anak, Amang boru tu pormaen, Haha tu anggi. Dan ulos yang diberikanpun harus lah Ulos yang pantas, seperti: Ragidup sebagai ulos pargomgom kepada ibunya menantu (hela). Sibolang atau Ragihotang sebagai pansamot kepada bapaknya menantu (hela), begitu juga yang akan diberikan kepada menantu (hela). Ragi dup juga diberi kepada boru sebagai ulos mula gabe ( sewaktu mengharap kelahiran anak pertama).

Ditinjau dari segi pemakaian maka ada 3macam ulos yaitu:

1- Siabitonon: ragidup, Sibolang, Runyat, Jobit, Simarinjamisi, Ragi pangko dll.

2- Sihadangkononhon (sampesampe): Sirara, Sumbat, Bolean, Mangiring, Surisuri, Sadum, dll

3- Sitalitalihonon: Tumtuman, Mangiring, Padangrusa, dll

(bersambung –7)

Nonton TV

Halaman