Kamis, 01 Agustus 2013

Raja Biak - Biak

Raja Biak-biak, dengan nama raja Gumelenggeleng. Seorang yang cacat yang tidak punya tangan, kaki sehingga dia tidak bisa duduk. Dia berkecil hati di dalam hatinya karena adik-adiknya tidak cacat.
Kabarnya: Pertama kali datang MULAJADI NABOLON, naik ke Sianjur Mulamula terus ke Guru Tateabulan mengetuk hati dan memina anaknya Sariburaja oli di potong.” Terserah Ompung! ” jawab Guru Tateabulan. Mendengar itu, Raja Biak-biak berkata kepada ibunya : ” O, ibu! Kudengar bapak mengijinkan di bunuh Ompunta MULAJADI NABOLON si Sariburaja, dalam hatiku, akulah yang mau di bunuh, apalah aku di bandingkan Sariburaja yang tidak cacat itu?, kalau boleh permintaanku suruhlah bapak menyembunyikan aku, biarpun kelahiranku begini akulah anak yang paling besar.
Mendengar perkataan Raja Biak-biak ibunya menyuruh Guru Tateabulan menyembunyikan Raja Biak-biak ke Bukit Pusukbuhit. Setelah MULAJADI NABOLON naik ke atas, diminta Sariburaja di bunuhnya. Lalu di berikan ibunya.
Kata MULAJADI NABOLON : ” Pegang kakinya!”.
Jadi dipeganglah kakinya. Setelah itu di potong lalu di cincang.Sudah di sediakan api sebelumnya. Setelah selesai di cincang lalu di masak di atas api.
Setelah asap datang, berserulah MULAJADI NABOLON katanya : ” Yang mau menjadi Sariburaja keluarlah dari situ.
Lalu terangkatlah sariburaja dari sana kemudian duduk. Dia seperti Garaga, seperti garugu yang satu menjadi tujuh puluh.
Mengikuti kata orang, yang tinggal disana beraneka ragam binatang piaraan.
Ketika MULAJADI NABOLON kembali keatas dari Bukit Pusukbuhit ia naik. Lalu bertemulah dengan Raja Biak-biak : ” Siapa membawa kamu kesini “, kata MULAJADI NABOLON.” Kalau di lihat Ompung, aku ketakutan, takut di ketakutanku!, tadi kudengar kau ancam ompung membunuh Sariburaja, maunya akulah kau bunuh karena aku cacat. Aku memohon kepada ibu supaya bapak mengantarkan aku kesini. Akulah anak yang sulung ibu.
“Jadi maksudmu semua keturunan adikmu dan kakakmu bersembah sujud kepadamu”, kata MULAJADI NABOLON. “Tentu, karena aku paling besar, akulah yang pantas raja mereka”, kata Raja Biak-biak.
“kalau begitu, bagaimana, maukah kau ku ubah?”
“Ya, aku mau, kalau keturunan adik ku dan kakak ku mau bersembah kepada ku” kata Raja Biak-biak.
Jadi di berkati MULAJADI NABOLONlah Raja Biak-biak di Bukit Pusukbuhit itu. Jadi, dia punya kaki, tangan tetapi moncongnya seperti moncong babi.Sebagian berkata, dia punya sayap makanya di sebut namanya Tuan Rajauti, raja yang takkan pernah mati, raja yang takkan pernah tua.
Dari Bukit Pusukbuhit itu, diterbangkan MULAJADI NABOLONlah ia ke ujung Aceh.

RAJA BIAK-BIAK
 
Ia Raja Biak-biak, margoar di huhut Raja Gummelenggeleng na songaongumul do ibana ndang martangan, ndang marpa jala so boi hundul. Ibana do na lumea di bagasan ohana, ala so martihas angka anggina.Mangihuthon baritana : Ro do sahali Mulajadi Nabolon, tuat tu Sianjur Mulamula sorang tu Guru Tateabulan mangunjuni rohana, ai dipangido ma anakna Sariburaja seatonna.” Ba saguru di ho do Ompung!” ninna Guru Tateabulan mangalusi. Umbege I, didok Raja Biak-biak ma tu inana : “O inang! Hubege dioloi amanta nangkining seaton ni ompunta Mulajadi Nabolon si Sariburaja, ianggo di rohangku, ahu do na naeng seatonna, ai aha ma ahu martimbangkon Sariburaja na so martihas I?. Asa ianggo siat pangidoanku suru ma damang manabunihon ahu, ai atik pe songon on partubungku ahu do sipultak bajubajumu!”.Umbege hata ni Raja Biak-biak inana I, disuru Guru Tateabulan manabunihon Raja Biak-biak tu Dolok Pusukbuhit.Dung nangkok Mulajadi Nabolon tu bagas, dipangido ma Sariburaja seatonna. Jadi di lehon inana i ma. Didok Mulajadi nabolon ma : ” Tiop ma patna i!”, jadi di tiop ma tutu. Dung i diseat ma jala ditanggoi.Nungan di hodohon hian pangalompaanna. Ia dung sidung di anggoi dipambahen ma tu pangalompaanna i asa pamasahonna.Dung ro di pangalompaanna i, manggora ma Mulajadi nabolon didok ma :” Na olo gabe Sariburaja, ruar ma ho sian i!”, jadi mangangkat ma tutu Sariburaja sian i, laos hundul ma ibana tu halangulu. Nungan songon Garaga ibana, songon Garugu, na sada songon na pitupulu.Mangihuthon pandok ni na deba, sian angka na tinggal i laos manjadi ma ragam ni pahanpahanan.Ia di tingki na laho mulak Mulajadi nabolon tu banua ginjang, sian dolok Pusukbuhit do ibana manaek. Jadi jumpangsa ma disi Raja Biak-biak : ” Ise na mamboan ho tuson?”, ninna Mulajadi nabolon manungkun ibana.” Ianggo i da ompung, na mabiar do ahu di biarhu, matahut di tahuthu!. Hubege nangkining diondam ho da Ompung seaton Sariburaja, anggo di rohangku ahu do na naeng seatonmu, ala na martihas i ahu. Gabe hupangido tu dainang asa disuru damang manaruhon ahu tson. Ai ahu do sipultak bajubaju ni dainang.” Ba naeng marsomba tu ho di roham angka pinompar ni anggimi dohot ibotom?”, ninna Mulajadi nabolon.” Naeng ma tutu, ai ahu do sihahaan, ahu do na patut raja nasida!”, ninna Raja Biak-biak.” Antong molo songon i, beha, olo do ho tumpaonku?”.” Ba olo do ahu, asal ma marsomba tu ahu angka pinompar ni anggingku dohot ibotongku!”, ninna raja Biak-biak.Jadi di tumpa Mulajadi Nabolon ma Raja Biak-biak di dolok Pusukuhit i. Gabe, marpat, martangan, alai songon munsung babi (santabi) do munsung na.Mangihuthon pandok ni na deba marhabong do ibana. Di bahen ma goarna Tuan rajauti, raja na so ra mate, raja na so ra matua. Sian punsu ni dolok Pusukbuhit I, dipahabang Mulajadi Nabolon ma ibana tu ujung Aceh.

Legenda Batu Gantung-Parapat

Parapat atau Prapat adalah sebuah kota kecil yang berada di wilayah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia. Kota kecil yang terletak di tepi Danau Toba ini merupakan tujuan wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Kota ini memiliki keindahan alam yang sangat mempesona dan didukung oleh akses jalan transportasi yang bagus, sehingga mudah untuk dijangkau.
Kota ini sering digunakan sebagai tempat singgah oleh para wisatawan yang melintas di Jalan Raya Lintas Sumatera (Jalinsum) bagian barat yang menghubungkan Kota Medan dengan Kota Padang. Selain sebagai objek wisata yang eksotis, Parapat juga merupakan sebuah kota yang melegenda di kalangan masyarakat di Sumatera Utara. Dahulu, kota kecil ini merupakan sebuah pekan yang terletak di tepi Danau Toba. Setelah terjadi suatu peristiwa yang sangat mengerikan, tempat itu oleh masyarakat diberi nama Parapat atau Prapat.
Dalam peristiwa itu, muncul sebuah batu yang menyerupai manusia yang berada di tepi Danau Toba. Menurut masyarakat setempat, batu itu merupakan penjelmaan seorang gadis cantik bernama Seruni. Peristiwa apa sebenarnya yang pernah terjadi di pinggiran kota kecil itu? Kenapa gadis cantik itu menjelma menjadi batu? Ingin tahu jawabannya? Ikuti kisahnya dalam cerita Batu Gantung berikut ini!.
Alkisah,di sebuah desa terpencil di pinggiran Danau Toba Sumatera Utara, hiduplah sepasang suami-istri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama Seruni. Selain rupawan, Seruni juga sangat rajin membantu orang tuanya bekerja di ladang. Setiap hari keluarga kecil itu mengerjakan ladang mereka yang berada di tepi Danau Toba, dan hasilnya digunakan untuk mencukupikebutuhan sehari-hari.
Pada suatu hari, Seruni pergi ke ladang seorang diri, karena kedua orang tuanya ada keperluan di desa tetangga. Seruni hanya ditemani oleh seekor anjing kesayangannya bernama si Toki. Sesampainya di ladang, gadis itu tidak bekerja, tetapi ia hanya duduk merenung sambil memandangi indahnya alam Danau Toba.
Sepertinya ia sedang menghadapi masalah yang sulit dipecahkannya. Sementara anjingnya, si Toki, ikut duduk di sebelahnya sambil menatap wajah Seruni seakan mengetahui apa yang dipikirkan majikannya itu. Sekali-sekali anjing itu menggonggong untuk mengalihkan perhatian sang majikan, namun sang majikan tetap saja usik dengan lamunannya.
 
Memang beberapa hari terakhir wajah Seruni selalu tampak murung. Ia sangat sedih, karena akan dinikahkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang pemuda yang masih saudara sepupunya. Padahal ia telah menjalin asmara dengan seorang pemuda pilihannya dan telah berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia. Ia sangat bingung. Di satu sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, dan di sisi lain ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya. Oleh karena merasa tidak sanggup memikul beban berat itu, ia pun mulai putus asa.

“Ya, Tuhan! Hamba sudah tidak sanggup hidup dengan beban ini,” keluh Seruni. Beberapa saat kemudian, Seruni beranjak dari tempat duduknya. Dengan berderai air mata, ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya gadis itu ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang bertebing curam itu.
Sementara si Toki, mengikuti majikannya dari belakang sambil menggonggong. Dengan pikiran yang terus berkecamuk, Seruni berjalan ke arah tebing Danau Toba tanpa memerhatikan jalan yang dilaluinya. Tanpa diduga, tiba-tiba ia terperosokke dalam lubang batu yang besar hingga masuk jauh ke dasar lubang. Batu cadas yang hitam itu membuat suasana di dalam lubang itu semakin gelap. Gadis cantik itu sangat ketakutan. Di dasar lubang yang gelap, ia merasakan dinding-dinding batu cadas itu bergerak merapat hendak menghimpitnya.

“Tolooooggg……! Tolooooggg……! Toloong aku, Toki!” terdengar suara Seruni meminta tolong kepada anjing kesayangannya.
Si Toki mengerti jika majikannya membutuhkan pertolongannya, namun ia tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali hanya menggonggong di mulut lubang. Beberapa kali Seruni berteriak meminta tolong, namun si Toki benar-benar tidak mampu menolongnnya. Akhirnya gadis itu semakin putus asa.

“Ah, lebih baik aku mati saja daripada lama hidup menderita,” pasrah Seruni.
Dinding-dinding batu cadas itu bergerak semakin merapat. “Parapat! Parapat batu… Parapat!” seru Seruni menyuruh batu itu menghimpit tubuhnya..
Sementara si Toki yang mengetahui majikannya terancam bahaya terus menggonggong di mulut lubang. Merasa tidak mampu menolong sang majikan, ia pun segera berlari pulang ke rumah untuk meminta bantuan. Sesampai di rumah majikannya, si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan baru datang dari desa tetangga berjalan menuju rumahnya.

“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki menggonggong sambil mencakar-cakar tanah untuk memberitahukan kepada kedua orang tua itu bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.

“Toki…, mana Seruni? Apa yang terjadi dengannya?” tanya ayah Seruni kepada anjing itu.

“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki terus menggonggong berlari mondar-mandir mengajak mereka ke suatu tempat.

“Pak, sepertinya Seruni dalam keadaan bahaya,” sahut ibu Seruni.

“Ibu benar. Si Toki mengajak kita untuk mengikutinya,” kata ayah Seruni.

“Tapi hari sudah gelap, Pak. Bagaimana kita ke sana?” kata ibu Seruni.

“Ibu siapkan obor! Aku akan mencari bantuan ke tetangga,” seru sang ayah. Tak lama kemudian, seluruh tetangga telah berkumpul di halaman rumah ayah Seruni sambil membawa obor. Setelah itu mereka mengikuti si Toki ke tempat kejadian. Sesampainya mereka di ladang, si Toki langsung menuju ke arah mulut lubang itu. Kemudian ia menggonggong sambil mengulur-ulurkan mulutnya ke dalam lubang untuk memberitahukan kepada warga bahwa Seruni berada di dasar lubang itu.
Kedua orang tua Seruni segera mendekati mulut lubang. Alangkah terkejutnya ketika mereka melihat ada lubang batu yang cukup besar di pinggir ladang mereka. Di dalam lubang itu terdengar sayup-sayup suara seorang wanita: “Parapat… ! Parapat batu… Parapat!”

“Pak, dengar suara itu! Itukan suara anak kita! seru ibu Seruni panik.

“Benar, bu! Itu suara Seruni!” jawab sang ayah ikut panik.

“Tapi, kenapa dia berteriak: parapat, parapatlah batu?” tanya sang ibu.
“Entahlah, bu! Sepertinya ada yang tidak beres di dalam sana,” jawab sang ayah cemas.
Pak Tani itu berusaha menerangi lubang itu dengan obornya, namun dasar lubang itu sangat dalam sehingga tidak dapat ditembus oleh cahaya obor.

“Seruniii…! Seruniii… !” teriak ayah Seruni.

“Seruni…anakku! Ini ibu dan ayahmu datang untuk menolongmu!” sang ibu ikut berteriak.
Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu itu merapat untuk menghimpitnya.

“Parapat… ! Parapatlah batu… ! Parapatlah!”

“Seruniiii… anakku!” sekali lagi ibu Seruni berteriak sambil menangis histeris.
Warga yang hadir di tempat itu berusaha untuk membantu. Salah seorang warga mengulurkan seutas tampar (tali) sampai ke dasar lubang, namun tampar itu tidak tersentuh sama sekali. Ayah Seruni semakin khawatir dengan keadaan anaknya. Ia pun memutuskan untuk menyusul putrinya terjun ke dalam lubang batu.

“Bu, pegang obor ini!” perintah sang ayah.

“Ayah mau ke mana?” tanya sang ibu.

“Aku mau menyusul Seruni ke dalam lubang,” jawabnya tegas.

“Jangan ayah, sangat berbahaya!” cegah sang ibu.

“Benar pak, lubang itu sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang warga.
Akhirnya ayah Seruni mengurungkan niatnya. Sesaat kemudian, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Bumi bergoyang dengan dahsyatnya seakan hendak kiamat. Lubang batu itu tiba-tiba menutup sendiri. Tebing-tebing di pinggir Danau Toba pun berguguran. Ayah dan ibu Seruni beserta seluruh warga berlari ke sana ke mari untuk menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan mulut lubang batu, sehingga Seruni yang malang itu tidak dapat diselamatkan dari himpitan batu cadas.
Beberapa saat setelah gempa itu berhenti, tiba-tiba muncul sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis dan seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Masyarakat setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan penjelmaan Seruni yang terhimpit batu cadas di dalam lubang. Oleh mereka batu itu kemudian diberi nama “Batu Gantung”.
Beberapa hari kemudian, tersiarlah berita tentang peristiwa yang menimpa gadis itu. Para warga berbondong-bondong ke tempat kejadian untuk melihat “Batu Gantung” itu. Warga yang menyaksikan peristiwa itu menceritakan kepada warga lainnya bahwa sebelum lubang itu tertutup, terdengar suara:

“Parapat… parapat batu… parapatlah!”Oleh karena kata “parapat” sering diucapkan orang dan banyak yang menceritakannya, maka Pekan yang berada di tepi Danau Toba itu kemudian diberi nama “Parapat”.
Parapat kini menjadi sebuah kota kecil salah satu tujuan wisata yang sangat menarik di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Demikian cerita tentang asal-usul nama kota prapat. Cerita di atas termasuk cerita rakyat teladan yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah akibat buruk dari sifat putus asa atau lemah semangat. Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku Seruni yang hendak mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang bertebing curam, namunia justru terperosok ke dalam lubang batu dan menghimpitnya hingga akhirnya meninggal dunia

Keladi Tikus


keladitikus 
Beberapa tahun yang lalu beredar kabar heboh di dunia maya. Diberitakan seorang pasien penderita kanker payudara stadium lanjut dapat melewati kemoterapi tanpa efek yang menyiksanya dan dinyatakan sembuh setelah mengkonsumsi keladi tikus (typhonium flagelliforme)
Keladi tikus sebelumnya memang belum setenar herba lainnya seperi sambiloto, temu putih, temu lawak, dan mengkudu. Nama keladi tikus diambil dari nama asing Rodent Tuber (laoshu yu) yang lebih dulu terkenal di Malaysia.
keladi-tikus

Mahkota bunganya berbentuk panjang kecil berwarna putih mirip dengan ekor tikus, dari sinilah nama keladi-tikus diberikan. Hingga saat ini belum banyak peneliti yang mengungkap khasiat keladi-tikus terutama untuk penyakit kanker. Prof Dr Chris K.H. Teo, Dip Agric (M), BSc Agric (Hons)(M), MS, PhD dari Universiti Sains Malaysia meneliti tanaman ini, hasilnya ekstrak dari akar keladi-tikus efektif untuk kanker prostat. Selain itu Lam Siew Hong peneliti dari USM menyebutkan bahwa terjadi peningkatkan aktivitas antibakteri dalam darah ikan lele.
Keladi tikus mengandung antineoplastik atau antikanker selain juga bisa berkhasiat sebagai antivirus. Efek farmakologi inilah yang menjadi obat utama untuk mengatasi kanker stadium lanjut. Bagian yang digunakan untuk pengobatan adalah keseluruhan dari tanaman tersebut. Mulai dari akar (umbi), batang, daun hingga bunga. Tentu saja, efek tersebut akan bertambah baik bila diberikan bersama-sama dengan tanaman lainnya, seperti sambiloto, rumput mutiara dan temu putih.
 keladitikus
Ekstrak typhonium flageffiforme clan bahan alami lainnya membantu detoxifikasi jaringan darah. Ramuan ini mengandung ribosome inacting protein (RIP), zat antioksidan dan zat antikurkumin. RIP berfungsi menonaktifkan perkembangan sel kanker, merontokkan sel kanker tanpa merusak jaringan sekitarnya dan memblokir pertumbuhan sel kanker. Zat antioksidan berfungsi mencegah terjadinya kerusakan gen.
 keladi-tikus-detail
Sementara zat antikurkumin berfungsi sebagai antiinflamasi/antiperadangan. Kombinasi bahan alami ini mengaktivasi dengan memproduksi mediator yang menstimulasi untuk menguatkan sel dari sistem kekebalan tubuh untuk bersamasama memberantas sel kanker. Di Cina tanaman ini di teliti oleh Zhong Z, Zhou G, Chen X, dan Huang P dari Guangxi Institute of Traditional Medical and Pharmaceutical Sciences, Nanning. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui efek farmakologis dari typhonium flagelliforme. Diketahui bahwa ekstrak air dan alkohol dari typhonium flagelliforme mempunyai efek mencegah batuk, menghilangkan dahak, antiasmatik, analgesik, antiinflamasi, dan bersifat sedatif. Pada konsentrasi 720 g/kg ekstrak air, 900 g/kg ekstrak alkohol dan 3240 g/kg ekstrak ester tanaman ini dapat meracuni tubuh. MenurutAngela Riwu Kaho PhD, Ahli Kimia Natural peniliti zat anti tumor dari Ohio State University, ekstrak typhonium flagelliforme memang mengandung zat anti kanker namun konsentrasinya lemah. Mengenai hasil penelitiannya pernah di publikasikan dalam jurnal Phytotheraphy Research pada bulan Mei 2001. Namun demikian ia juga tidak memungkiri ada pasien yang sembuh dengan mengonsumsi ramuan ini.
article: Keladi Tikus (Typhonium Flagelliforme)

Selasa, 30 Juli 2013

Legenda Danau Si Losung Dan Si Pinggan

Alkisah, pada zaman dahulu di daerah Silahan, Tapanuli Utara, hiduplah sepasang suami-istri yang memiliki dua orang anak laki-laki. Yang sulung bernama Datu Dalu, sedangkan yang bungsu bernama Sangmaima. Ayah mereka adalah seorang ahli pengobatan dan jago silat. Sang Ayah ingin kedua anaknya itu mewarisi keahlian yang dimilikinya. Oleh karena itu, ia sangat tekun mengajari mereka cara meramu obat dan bermain silat sejak masih kecil, hingga akhirnya mereka tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan pandai mengobati berbagai macam penyakit.

 

Asal Mula Danau Si Losung Dan Si Pinggan
Pada suatu hari, ayah dan ibu mereka pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan obat-obatan. Akan tetapi saat hari sudah menjelang sore, sepasang suami-istri itu belum juga kembali. Akhirnya, Datu Dalu dan adiknya memutuskan untuk mencari kedua orang tua mereka. Sesampainya di hutan, mereka menemukan kedua orang tua mereka telah tewas diterkam harimau.
Dengan sekuat tenaga, kedua abang-adik itu membopong orang tua mereka pulang ke rumah. Usai acara penguburan, ketika hendak membagi harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua mereka, keduanya baru menyadari bahwa orang tua mereka tidak memiliki harta benda, kecuali sebuah tombak pusaka. Menurut adat yang berlaku di daerah itu, apabila orang tua meninggal, maka tombak pusaka jatuh kepada anak sulung. Sesuai hukum adat tersebut, tombak pusaka itu diberikan kepada Datu Dalu, sebagai anak sulung.

Legenda Tentang Danau Si Losung Dan Si Pinggan
Legenda Tentang Danau Si Losung Dan Si Pinggan


Pada suatu hari, Sangmaima ingin meminjam tombak pusaka itu untuk berburu babi di hutan. Ia pun meminta ijin kepada abangnya.
“Bang, bolehkah aku pinjam tombak pusaka itu?”
“Untuk keperluan apa, Dik?”
“Aku ingin berburu babi hutan.”
“Aku bersedia meminjamkan tombak itu, asalkan kamu sanggup menjaganya jangan sampai hilang.”
“Baiklah, Bang! Aku akan merawat dan menjaganya dengan baik.”
Setelah itu, berangkatlah Sangmaima ke hutan. Sesampainya di hutan, ia pun melihat seekor babi hutan yang sedang berjalan melintas di depannya. Tanpa berpikir panjang, dilemparkannya tombak pusaka itu ke arah binatang itu. “Duggg…!!!” Tombak pusaka itu tepat mengenai lambungnya. Sangmaima pun sangat senang, karena dikiranya babi hutan itu sudah roboh. Namun, apa yang terjadi? Ternyata babi hutan itu melarikan diri masuk ke dalam semak-semak.
“Wah, celaka! Tombak itu terbawa lari, aku harus mengambilnya kembali,” gumam Sangmaima dengan perasaan cemas.
Ia pun segera mengejar babi hutan itu, namun pengejarannya sia-sia. Ia hanya menemukan gagang tombaknya di semak-semak. Sementara mata tombaknya masih melekat pada lambung babi hutan yang melarikan diri itu. Sangmaima mulai panik.
“Waduh, gawat! Abangku pasti akan marah kepadaku jika mengetahui hal ini,” gumam Sangmaima.
Namun, babi hutan itu sudah melarikan diri masuk ke dalam hutan. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk kembali ke rumah dan memberitahukan hal itu kepada Abangnya.
“Maaf, Bang! Aku tidak berhasil menjaga tombak pusaka milik Abang. Tombak itu terbawa lari oleh babi hutan,” lapor Sangmaima.
“Aku tidak mau tahu itu! Yang jelas kamu harus mengembalikan tombok itu, apa pun caranya,” kata Datu Dalu kepada adiknya dengan nada kesal.”
Baiklah, Bang! Hari ini juga aku akan mencarinya,” jawab Sangmaima.
“Sudah, jangan banyak bicara! Cepat berangkat!” perintah Datu Dalu.
Saat itu pula Sangmaima kembali ke hutan untuk mencari babi hutan itu. Pencariannya kali ini ia lakukan dengan sangat hati-hati. Ia menelesuri jejak kaki babi hutan itu hingga ke tengah hutan. Sesampainya di tengah hutan, ia menemukan sebuah lubang besar yang mirip seperti gua. Dengan hati-hati, ia menyurusi lubang itu sampai ke dalam. Alangkah terkejutnya Sangmaima, ternyata di dalam lubang itu ia menemukan sebuah istana yang sangat megah.
“Aduhai, indah sekali tempat ini,” ucap Sangmaima dengan takjub.
“Tapi, siapa pula pemilik istana ini?” tanyanya dalam hati.
Oleh karena penasaran, ia pun memberanikan diri masuk lebih dalam lagi. Tak jauh di depannya, terlihat seorang wanita cantik sedang tergeletak merintih kesakitan di atas pembaringannya. Ia kemudian menghampirinya, dan tampaklah sebuah mata tombak menempel di perut wanita cantik itu. “Sepertinya mata tombak itu milik Abangku,” kata Sangmaima dalam hati. Setelah itu, ia pun menyapa wanita cantik itu.
“Hai, gadis cantik! Siapa kamu?” tanya Sangmaima.
“Aku seorang putri raja yang berkuasa di istana ini.”
“Kenapa mata tombak itu berada di perutmu?”
“Sebenarnya babi hutan yang kamu tombak itu adalah penjelmaanku.”
“Maafkan aku, Putri! Sungguh aku tidak tahu hal itu.”
“Tidak apalah, Tuan! Semuanya sudah terlanjur. Kini aku hanya berharap Tuan bisa menyembuhkan lukaku.”
Berbekal ilmu pengobatan yang diperoleh dari ayahnya ketika masih hidup, Sangmaima mampu mengobati luka wanita itu dengan mudahnya. Setelah wanita itu sembuh dari sakitnya, ia pun berpamitan untuk mengembalikan mata tombak itu kepada abangnya.
Abangnya sangat gembira, karena tombak pusaka kesayangannya telah kembali ke tangannya. Untuk mewujudkan kegembiraan itu, ia pun mengadakan selamatan, yaitu pesta adat secara besar-besaran. Namun sayangnya, ia tidak mengundang adiknya, Sangmaima, dalam pesta tersebut. Hal itu membuat adiknya merasa tersinggung, sehingga adiknya memutuskan untuk mengadakan pesta sendiri di rumahnya dalam waktu yang bersamaan. Untuk memeriahkan pestanya, ia mengadakan pertunjukan dengan mendatangkan seorang wanita yang dihiasi dengan berbagai bulu burung, sehingga menyerupai seekor burung Ernga. Pada saat pesta dilangsungkan, banyak orang yang datang untuk melihat pertunjukkan itu.
Sementara itu, pesta yang dilangsungkan di rumah Datu Dalu sangat sepi oleh pengunjung. Setelah mengetahui adiknya juga melaksanakan pesta dan sangat ramai pengunjungnya, ia pun bermaksud meminjam pertunjukan itu untuk memikat para tamu agar mau datang ke pestanya.
“Adikku! Bolehkah aku pinjam pertunjukanmu itu?”
“Aku tidak keberatan meminjamkan pertunjukan ini, asalkan Abang bisa menjaga wanita burung Ernga ini jangan sampai hilang.”
“Baiklah, Adikku! Aku akan menjaganya dengan baik.”
Setelah pestanya selesai, Sangmaima segera mengantar wanita burung Ernga itu ke rumah abangnya, lalu berpamitan pulang. Namun, ia tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan menyelinap dan bersembunyi di langit-langit rumah abangnya. Ia bermaksud menemui wanita burung Ernga itu secara sembunyi-sembunyi pada saat pesta abangnya selesai.
Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pada malam harinya, Sangmaima berhasil menemui wanita itu dan berkata:
“Hai, Wanita burung Ernga! Besok pagi-pagi sekali kau harus pergi dari sini tanpa sepengetahuan abangku, sehingga ia mengira kamu hilang.”
“Baiklah, Tuan!” jawab wanita itu.
Keesokan harinya, Datu Dalu sangat terkejut.
Wanita burung Ernga sudah tidak di kamarnya. Ia pun mulai cemas, karena tidak berhasil menjaga wanita burung Ernga itu. “Aduh, Gawat! Adikku pasti akan marah jika mengetahui hal ini,” gumam Datu Dalu. Namun, belum ia mencarinya, tiba-tiba adiknya sudah berada di depan rumahnya.
“Bang! Aku datang ingin membawa pulang wanita burung Ernga itu.
Di mana dia?” tanya Sangmaima pura-pura tidak tahu.
“Maaf Adikku! Aku telah lalai, tidak bisa menjaganya. Tiba-tiba saja dia menghilang dari kamarnya,” jawab Datu Dalu gugup.
“Abang harus menemukan burung itu,” seru Sangmaima.
“Dik! Bagaimana jika aku ganti dengan uang?” Datu Dalu menawarkan.
Sangmaima tidak bersedia menerima ganti rugi dengan bentuk apapun. Akhirnya pertengkaran pun terjadi, dan perkelahian antara adik dan abang itu tidak terelakkan lagi. Keduanya pun saling menyerang satu sama lain dengan jurus yang sama, sehingga perkelahian itu tampak seimbang, tidak ada yang kalah dan menang.
Datu Dalu kemudian mengambil lesung lalu dilemparkan ke arah adiknya. Namun sang Adik berhasil menghindar, sehingga lesung itu melayang tinggi dan jatuh di kampung Sangmaima. Tanpa diduga, tempat jatuhnya lesung itu tiba-tiba berubah menjadi sebuah danau. Oleh masyarakat setempat, danau tersebut diberi nama Danau Si Losung.
Sementara itu, Sangmaima ingin membalas serangan abangnya. Ia pun mengambil piring lalu dilemparkan ke arah abangnya. Datu Dalu pun berhasil menghindar dari lemparan adiknya, sehingga piring itu jatuh di kampung Datu Dalu yang pada akhirnya juga menjadi sebuah danau yang disebut dengan Danau Si Pinggan.
Demikianlah cerita tentang asal-mula terjadinya Danau Si Losung dan Danau Si Pinggan di daerah Silahan, Kecamatan Lintong Ni Huta, Kabupaten Tapanuli Utara.
Diambil dari beberapa sumber di internet.

Kesaktian Laklak, dan Legenda Raja-Raja Batak

Picture: 'Bukku lak-lak'

Patung Si Raja Batak yang ada di Museum Batak di Balige. (kini.co/ist)
medan, kini.co – Tarombo atau silsilah garis keturunan dari beragam etnis yang hidup saat ini, menjadi salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia di atas muka bumi. Tarombo atau disebut juga trah, terkadang  tak hanya ditulis berdasarkan penelurusan ilmiah para tokoh dan ahli, tapi kerap juga dikembangkan melalui legenda yang dituturkan dari mulut ke mulut.
Legenda Malim Kundang di Ranah Minang, Gurindam Duabelas di Pulau Penyengat Kepri,  Putri Hijau di Tanah Deli, Jaka Tingkir di Jawa, hingga Huta Sianjur Mula-mula di Pulau Samosir, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.

Orang Batak atau Halak Hita, merupakan anak cucu dari dua orang putra raja yang bertahta di sekitar Gunung Pusuk Buhit di Pulau Samosir. Kisah yang menceritakan legenda raja-raja Batak ini dirangkum kini.co dari berbagai sumber, antara lain dari Prof DR Bungaran Antonius Simanjuntak (BAS), Guru Besar Sosiologi-Antropologi Unimed Medan, DR Thalib Akbar Selian, Sekretaris  Majelis Adat Alas, Drs S Is Sihotang, tokoh adat masyarakat Pakpak Dairi, dan budayawan, penulis serta penggali Surat Batak atau Laklak, DR Djasamen Maruli Tua Sinaga.


Alkisah, Huta Sianjur Mula-mula mempunyai dua putra. Yang tertua bernama Lontungan,dan si bungsu bernama Raja Isumbaon. Setelah keduanya dewasa, mereka meminta ilmu kesaktian kepada sang ayah. Dengan arif, sang ayah meminta dua putranya itu membangun tempat persembahan di puncak bukit Pusuk Buhit selama tujuh hari, tujuh malam.

Setelah selesai dibangun, sang ayah bersama dua putranya, naik ke puncak bukit. Sesampainya di tempat persembahan, mereka mendapati dua buah benda, yang kemudian disebut Pustaha Laklak atau surat Batak. 

Menurut DR Djasamen, huruf-huruf di pustaha Laklak punya banyak keistimewaan. Beberapa di antaranya huruf-huruf dalam Pustaha Laklak tidak akan basah walau direndam dalam air, akan tetap tampak, walau kertasnya sudah terbakar api, atau dikubur dalam tanah selama 10 tahun.

Keistimewaan Pustaha Laklak itu, diyakini DR Djasamen karena ketika akan membuat Salo (bahan tinta Laklak), para nenek moyang selalu dan terlebih dulu memanjatkan doa (martobas).
Seperti berikut: ASA HO MA ALE SALO NANI ONDOLHON NUPISO RAUT PANABUNG NANI ALITHONNI API MARJILLANG-JILLANG. ASA JADI MA HO SALO NAMANGUHIRHON RAKSA-RAKSA NI PORTIBON  NA SUNTOL INGANANNI-INGANANNA. DIDADANG ARI NASORA MABILTAK NITAMOM NA SORA BUSUK HU UDAN NASORA LITAP.    
“Tobas Salo ini betul-betul terjadi dan terbukti. Yakni saat kita membuat salo, nyala api diarahkan ke parang atau pisau. Surat Batak bisa menuliskan di luar pola nyata sampai apa yang disebut Banua Holing.  Kemudian, bila direndam ke air, tulisan-tulisan huruf-huruf Batak tidak akan basah, bahkan kalau dibakar, huruf-huruf Batak tetap tampak, tapi kertas telah habis terbakar, sampai kalau dikubur dalam tanah satu sampai 10 tahun, huruf-huruf Batak tetap ada, sementara kerta atau kulit kayu sudah jadi tanah,” beber Dr Djasamen.

Kembali ke cerita semula, sang Raja kemudian meminta kedua putranya mengambil masing-masing satu Pustaha Laklak, dan meminta kepada si sulung lebih dulu meminta kepada Sang Pencipta apa yang diinginkannya.

Si Sulung meminta kekuatan, kebesaran, rezeki, keturunan, kepintaran, kerajaan, kesaktian, dan tempat berkarya untuk semua orang. Permintaan serupa juga dipanjatkan si bungsu.
Melihat hal ini, sang raja memberikan nama baru kepada si sulung, Guru Tatea Bulan. Sedangkan si bungsu tetap dengan nama Raja Isumbaon.

 
Konon, Guru Tatea Bulan dengan lima putranya, yakni Raja Geleng Gumeleng si sulung, Seribu Raja, Limbong Mulana, Segala Raja, Si Lau Raja bersama empat putrinya, yakni Si Boru Pareme kawin ke Seribu Raja (Ibotona/abang kandungnya). Bunga Haumasan kawin dengan Sumba,  Atti Hasumasan kawin ke Saragi, dan Nan Tinjo konon jadi Palaua Malau.
Kisah Saribu Raja kawin dengan Si Boru Pareme diawali cerita Seribu Raja yang menghadap ayahnya untuk meminta diantarkan ke Pusuk Buhit. Sebab, dalam mimpinnya, Saribu Raja menjadi orang yang sakti, dan untuk itu ia harus ditempa di Pusuk Buhit.
Sebelum sang Ayah menyetujui, muncul Geleng Gumeleng yang meminta untuk ikut ditempa di Pusuk Buhut. Saribu Raja protes, dan keduanya pun terlibat pertengkaran, sehingga membuat Saribu Raja meninggalkan abang dan ayahnya masuk ke dalam hutan.

Sejak saat itu, Saribu Raja tak pernah kembali.  Sementara, di Pusuk Buhit, Raja Geleng Gumeleng ditempa sang ayah menjadi raja sakti. Selanjutnya nama Geleng Gumeleng diubah menjadi Raja Uti.
Kisah Saribu Raja memiliki anak Raja Lontung, bermula ketika dalam pengembarannya di dalam hutan,  ia bertemu seorang gadis nan cantik jelita. Gadis itu tak dikenal Saribu Raja, tapi hatinya sudah suka. Lama bermenung diri, Saribu Raja akhirnya membuat pelet (mistik pemikat wanita), dan menaruhnya di tanah, persis di jalan yang dilewati gadis impiannya itu.

Apa yang terjadi ? Pelet itu bukan mengenai sasaran, melainkan memikat hati Si Boru Pereme, sehingga keduanya pun menjadi suami-istri. Kendati dalam adat Batak, perkawinan sedarah (yakni abang dengan adik) dianggap tabu, namun kekuatan pelet Saribu Raja tak lagi mampu menyadarkan hati Si Boru Pereme, bahwa yang menjadi suaminya kelak, adalah abang kandungnya sendiri.
Peristiwa ini membuat Guru Tatea Bulan murka. Saribu Raja pun benar-benar diusir. Sebelum pergi, Saribu Raja masih menyempatkan memberi sebuah cincin kepada adik yang juga istrinya, dan berpesan bila anaknya lahir agar diberi nama Si Raja Lontung.

Kisah Raja Borbor, bermula ketika Saribu Raja yang diusir sang Ayah, kembali harus melakukan pengembaraan. Dalam perjalannya, Saribu Raja terlibat pertempuran dengan Raja Ni Homang. Bila Saribu Raja kalah, dia akan dijadikan anak tangga (diinjak badannya) ke rumah Raja Ni Homang. Sebaliknya, bila Saribu Raja menang, anak gadis Raja Ni Homang menjadi hadiahnya. Bisa ditebak, pertarungan itu akhirnya dimenangkan Saribu Raja. Hasil pernikahan Saribu Raja dengan Boro Mangiring Laut (dikemudian hari diganti namanya menjadi Huta Lollung (kalah bertanding), putri Raja Ni Homang ini, terlahirlah seorang anak laki-laki yang kelak bernama Raja Borbor.

Saribu Raja diceritakan tak sempat menunggu kelahiran Raja Borbor, kerena dia kembali melanjutkan pengembaraannya. Belasan tahun kemudian, Raja Lontung, dan Raja Borbor yang sudah menjadi pria dewasa, bertemu dalam perjalanan masing-masing untuk mencari sang ayah, Saribu Raja. Keduanya yang belum saling mengenal sempat bertanding sampai berhari-hari, namun tak ada satu pun di antaranya yang kalah. Akhirnya, keduanya berkenalan. Ketika masing-masing mengetahui siapa lawan bertandingnya, keduanya pun saling berangkulan. Karena, pada dasarnya, mereka berdua adalah abang, dan adik dari satu ayah, dengan dua ibu.
Selanjutnya, abang dan adik ini mencari sang ayah, Saribu Raja. Sampai kini, kisah kesaktian Laklak (huruf-hurufnya) atau legenda Raja-raja Batak, terus diceritakan dari mulu ke mulut, dan generasi ke generasi berikutnya.

Para tokoh dan budayawan Batak ini mengungkapkan rasa kekhawatiran atas masa depan identitas Habatakon. Sebab, di masa pemerintahan Si Singa Mangaraja XII (1875-1907), Habatakon menikmati keutuhan kedaulatan, kebudayaan dan keagamaan.
Namun di zaman serba moderen ini, dan ketika Bangso Batak lebih banyak memeluk agama Kristiani, dan Islam, identitas Habatakon kian terpinggirkan, bahkan nyaris mulai dilupakan dalam kehidupan sehari-hari Bangso batak. (zul)

Selasa, 16 Juli 2013

sebuah Legenda Batak "Si Boru Natmandi"

 
Dahulu kala sewaktu penduduk yang mendiami Rura (Lembah) Silindung masih memeluk kepercayaan Sipelebegu [1], hiduplah seorang Raja yang kaya, besar dan bersahaja[2]. Mereka hidup dengan damai di sebuah huta [3] di tepi sungai Aek Situmandi [4] yang bersih dan jernih. Tempat tinggal raja itu berada di seberang Huta Siparini sekarang. Huta Siparini terletak di kaki Dolok (Gunung) Siatas Barita. Dolok Siatas Barita adalah tempat “Pamelean” [5] keturunan Guru Mangaloksa sewaktu belum masuk agama Kristen ke Rura Silindung.
Walaupun Dolok Martimbang lebih tinggi dari Dolok Siatas Barita, itu tidak masalah  bagi mereka karena  guru  Mangaloksa pertama sekali mendirikan huta di kaki Dolok Siatas Barita. Dari sanalah awalnya guru Mangaloksa bersama keturunannya  mendiami seluruh Rura Silindung. Oleh karena itu,  Dolok Siatas Barita merupakan tempat  “Dolok Parsaktian” [6] bagi keturunan Guru Mangaloksa sekaligus menjadi tempat Pamelean zaman dahulu.
 Aek Situmandi View of Hasak
Terkabarlah Raja ini karena kekayaannya, kebesaran dan kebersahajaannya. Semua tanaman-tanaman diladang maupun disawah berlimpah ruah, bahkan  tempat penyimpanan yakni “Sopo” [7] tidak bisa lagi menampungnya. Begitu juga dengan ternaknya ( kerbau dan babi ) berlimpah. Sang Raja tinggal di “Rumah Batak“ [8] Tetapi lebih terkenal lagi raja ini karena kecantikan putrinya yang bernama Si Boru Natumandi .
Banyak anak-anak raja yang ingin menjadikan  siboru Natumandi menjadi istrinya. Kabar mengenai kecantikan siboru Natumandi sudah tersebar ke “Desa Naualu” [9]. Keindahan tubuh yang semampai, keindahan  matanya yang teduh, senyum dan tertawanya yang membuat hati damai, kecantikan wajahnya yang mempesona, rambutnya bagaikan mayang terurai sampai ketumitnya, cara bicaranya yang lemah lembut dan sopan, perilakunya membanggakan orang tua dalam bermasyarakat, dan cara berpakaiannya juga sangat sopan. Tidak ada seorangpun yang melebihi karisma yang dimilikinya bahkan diantara kawan-kawan  putri-putri raja yang seumuran denganya di Desa Naualu. Tidak hanya itu, dia pandai mengambil hati kedua orang tuanya, sangat terampil manortor (Tari-tarian suku batak) serta penenun yang handal dan rajin.
Banyak raja-raja dari toba, samosir, humbang, pos-pos, dan angkola datang kepada raja itu untk meminang raja Siboru natumandi menjadi “Parumaennya” [10] (menantunya). Siboru natumandi sangat pandai mengambil hati orang tuanya, sehingga  dia putri kesayangan ayah ibunya. Karena itu, sewaktu raja-raja datang meminang Si Boru Natumandi jadi parumaennya, raja hanya menjawab yakni : molo mangoloi borukku, sipanolopi ma ianggo hami ( kalau putriku mau menerima, kami orang tuanya merestuinya).
Mendengar jawaban raja itu, maka semua raja-raja yang mau meminang Si Boru Natumandi menyuruh  anak-anaknya  menjumpai Si Boru Natumandi untuk  meminta agar dia mau jadi istrinya.
Sungguh lemah lembut jawaban Si Boru Natumandi pada anak-anak raja yang datang menjumpainya. Si Boru Natumandi sangat senang menyambut kedatangan anak-anak raja itu. Bahkan mereka disuguhkan dengan makanan yang lezat dan nikmat. Setelah selesai makan dia memberikan jawaban kepada raja tersebut.
 Aek Situmandi View of Hasak.
Anak-anak raja yang datang tidak bisa tenang, mereka selalu penasaran, hati mereka selalu berdebar-debar, apakah saya diterima? kalimat tersebut yang selalu ada dalam pikiran mereka. Kalau tidak diterima kenapa harus repot-repot memasak,  menyuguhkan makanan yang nikmat dan lezat dengan pelayanan yang memuaskan pada saya. Itulah yang menghantui pikiran anak-anak raja setip kali datang meminang. Wajahnya selalu tersenyum tidak menunjukkan ketidak sukaan pada setiap anak-anak raja yang datang. Hal tersebut juga membuat hati setiap anak-anak raja yang datang menjadi gusar dan bertanya-tanya sampai-sampai lupa pada makanan yang disuguhkan itu.
Perasaan ayah dan ibu Si Boru Natumandi ikut juga tidak tenang menunggu jawaban yang diberikan putrinya pada anak-anak raja yang datang itu. Mereka sangat berharap agar putrinya mau menerima  salah satu lamaran dari anak raja yang datang itu.
 
Setelah selesai makan, S Boru Natumandi memberikan jawabannya kepada anak-anak raja yang datang itu dengan sopan dan lemah lembut dia mengatakan : ‘mauliate ma diharoromuna na tu ahu, alai mulak ma hamu ai ndang lomo do pe rohakku mar hamulian’. (terimakasih karena telah datang menjumpai saya, tapi pulanglah kalian, karena saya belum ingin menikah/berumah tangga).
Bagaikan ‘Porhas na manoro di siang ari’ (bagaikan petir yang menyambar di siang hari) perasaan hati anak-anak raja mendengar perkataan Si Boru Natumandi yang singkat itu. Perasaan mereka lemas tak berdaya, tak sanggup lagi menjejakkan kakinya ke atas tanah karena mendengar jawaban tersebut.
Seperti itulah jawaban yang di berikan Si Boru Natumandi kepada setiap anak-anak raja yang datang melamarnya. Sungguh lemah lembut perkataannya, pelayanannya sangat sopan dan baik. Tapi jawabannya yang singkat itu bagaikan disembelih dengan sembilu, sungguh menusuk jantung.
Biasanya setelah anak-anak raja yang datang menjumpai Si Boru Natumandi pulang, kedua orang tua Si Boru Natumandi langsung menanyakan apakah putrinya itu  sudah menerima salah satu lamaran dari anak-anak raja yang datang tersebut? Tapi jawaban yang diberikan Si Boru Natumandi selalu sama yakni : ‘dang lomo do pe rohakku mar  hamulian amang-inang’ (ayah-ibu saya masih belum mau menikah).
Seperti itu juga raja-raja yang menyuruh anak-anaknya datang menjumpai Si Boru Natumandi mereka selalu bertanya-tanya. Setiap anaknya pulang dari rumah Si Boru Natumandi mereka langsung menanyakan : ‘beha do amang, di jalo do hatami? Asa manigor borhat hami mangarangragi’ (“Bagaimana nak, apakaah lamaranmu diterima?” lamaranmu? Supaya kita langsung berangkat menjumpai orang tuanya). Tapi dari pancaran wajah si anak yang lesu tidak bersemangat, mereka sudah tahu bahwa anak mereka tidak di terima Si Boru Natumandi. Semua raja-raja yang menyuruh anaknya itu menjumpai Si Boru Natumandi bertanya-tanya : ‘na behado ulaning, na hurang mora do pe au, nahurang do hasangapon hu?’ (apa gerangan yang terjadi, apakah saya kurang kaya, apakah saya kurang bersahaja?) Padahal kekayaan dan kehormatan saya bahkan sangat melebihi orang tua si perempuan, kata hati setiap raja-raja yang mengirim anaknya menjumpai Si Boru Natumandi.
Siang berganti malam, hari berganti minggu,  bulan berganti  tahun tetapi , jawaban yang    diberikan     Si Boru   Natumandi   selalu   sama  kepada  setiap  anak-anak raja yang datang  melamarnya. Ayah dan  Ibunya  sedih sebab  terdengar  berita  bahwa raja-raja yang menyuruh anaknya  menjumpai   Si Boru Natumandi  merasa   dikecilkan  dan mereka sakit hati. Padahal anak-anak raja tersebut tidak memiliki kekurangan  bahkan bisa dikatakan  sudah sempurna,  wajah  mereka   tampan,  kaya dan jug berkedudukan. Tetapi kedua  orang  tua Si Boru Natumandi  bingung  dan bertanya – tanya  dalam  hatinya.   Apa sebenarnya yang dipikirkan Si Boru Natumandi?
Kadang-kadang hati kedua orang tua Si Boru Natumandi sedih memikirkan itu, tapi mereka tidak mau memaksakan kehendak,takut putrinya tersinggung, sedih atau menangis,mereka juga takut putrinya nanti sakit hati pada mereka. Karena Pada dasarnya marga Hutabarat sangat baik dan sayang  pada anak perempuannya, bahkan sampai sekarang pun bisa kita lihat dalam kehidupan sehari- hari dan boru hutabarat sangat baik marhula-hula.
Ada kebiasaan sehari-hari Si Boru Natumandi yakni : dia tidak suka martua aek[11] dan mandi bersama teman-teman sebayanya di sungai. Dia suka martua aek dan mandi di siang hari. Biasanya diwaktu  mandi dia marhatobung [12] di sungai. Setiap dia marhatobung, selalu terdengar sampai ke kampung, ladang dan sawah. Bahkan orang yang bekerja di sawah dan di ladang menghentikan  pekerjaanya hanya untuk mendengar hatobung Si Boru Natumanding. Entah kenapa, semua hasil pekerjaan Si Boru Natumandi lain daripada yang lain. Seperti hasil tenunannya sangat cantik dan indah lain dari tenunan putri-putri raja. Setiap orang memegang tenunannya, sepertinya ada satu kekuatan yang tidak nampak dan mampu menarik hati orang untik membelinya. Masakannya juga enak dan selalu nikmat, apa yang dikerjakannya selalu cocok  bagi orang yang melihatnya.
Banyak orang bertanya-tanya dalam hati mereka tentang kelebihan yang dimiliki Si Boru Natumandi terutama para tua-tua,dan kelebihan itu   tidak membawa keburukan sehingga membuat kaum muda dan orang tua tidak melanjutkan pertanyaan yang selama ini mereka tanyakan dalam hati mereka.
Disuatu hari, ibunya mendengar Si Boru  Natumandi sedang berbicara di tempat dia menenun. Ibunya mendekat dan ingin melihat siapa teman putrinya berbicara. Si Boru Natumandi sangat serius berbicara sambil mengerjakan tenunannya. Dari pembicaraan itu  terdengar suara  seorang pemuda yang menemani putrinya. Terkadang Si Boru Natumandi  tersenyum malu, dan kadang-kadang bukan dia yang menenun tenunannya. Ibunya terkejut melihat kejadian itu, sebab di sekeliling tempat putrinya bertenun tidak ada orang yang sedang berbicara dengannya.
Dihapusnya wajah dan dadanya,lalu si ibu tersadar setelah melihat kejadian  aneh yang menimpa putrinya. Dia bertanya dalam hatinya “apakah saya  sedang bermimpi?” “tapi saya tidak tidur”. Dia kembali melihat putrinya itu, tetapi tetap saja sama seperti yang pertama dilihatnya itu.
Setelah  beberapa hari kemudian dia memberitahukan kejadian  aneh yang menimpa putrinya   itu pada suaminya.  “Bibir saya bukan diretak panas……?” ( Apa yang saya katakan itu benar ) “Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri!” Ujar sang ibu kepada suaminya. Tetapi  raja itu tidak menanggapi celotehan istrinya dan juga tidak menanggapi    kejadian aneh yang menimpa  putrinya itu  dengan serius.   Malah sang raja menjawab , “ah, atik tung na marnipi do ho boru ni raja nami, nabisuk marroha do borunta i, sodung disurahan pangalahona, tung heama i ?” ( “ah, mungkin dinda sedang bermimpi, putri kita kan orangnya sopan, dan dia tidak pernah berbuat hal- hal yang yang buruk) Akhirnya kedua orang tuanya tidak   mempertanyakan masalah itu lagi.
Mungkin  Si Boru Natumandi sudah jatuh cinta pada pemuda yang datang menjumpainya itu, sebab disuatu hari dia memberitahukan kepada kedua orang tuanya  bahwa dia sudah menemukan pemuda pujaan hatinya.  Orang tuanya sangat senang mendengarkan apa yang diberitahukan putrinya.
Biasanya, jika seorang putri sudah menemukan tambatan hatinya. sudah lumrah bagi orang tuanya untuk menanyakan perihal  pemuda yang menjadi tambatan hati putrinya. Bagaimana kelahirannya, bagaimana keadaan keluarganya, bagaimana kekayaannya, dan masih banyak lagi yang akan ditanyakan orang tua pada putrinya perihal pemuda yang menjadi tambatan hatinya. Supaya nantinya putrinya bahagia dan tidak terlantar, serta menantu itu nantinya bisa menjadi kawan yang dapat diandalkan di waktu terjadi hal-hal yang tidak diingainkan terlebih waktu berperang.
Si Boru Natumandi memberitahukan perihal idamannya kepada orang tuanya  yakni : “na pat ni gaja  tu pat ni hora, pahompu na raja jala anakni na mora do na manopot ibana” (cucu raja  serta anak orang kaya yang sedang melamar dia ).” Pemuda yang melamar saya  adalah pemuda yang baik, berhati bersih, bertanggung jawab dan dia anak raja, kata Siboru Natumandi  pada kedua orang tuanya dengan kegembiraan   yang terpancar  pada  pada raut wajahnya. Melihat kegembiraan putrinya itu, kedua orang tuanya tahu  bahwa Siboru Natumandi  sudah serius menerima lamaran   yang datang dari pemuda  itu. Kerinduan mereka sudah terpenuhi , sehingga mereka  ikut bergembira mendengar kabar  tersebut dan mereka berkata : ” ba molo songoni do inang patandahon majo  tu hami asa dohot hami mamereng nanaeng ga besirongkap ni tondi mi” (kalau memang seperti itu , pertemukanlah kami padanya, supaya kami dapat melihat pemuda yang menjadi  teman hidupmu nanti).
Disuatu hari Siboru Natumandi mempertemukan pemuda itu kepada orang tuanya. Sungguh tampan di, cara berpakaiannya menunjukkan dia keturunan seorang raja yang bersahaja, bentuk badannya seperti “ ulubalang “[13]. Tidak berselang  beberapa lama,pemuda itu tiba- tiba menghilang bersamaan  kedipan mata kedua orang tua  Si Boru Natumandi . Tiba- tiba mereka melihat seekor  ular keluar  dari rumah mereka. “Apa yang terjadi ?” Kata ayah Si Boru Natumandi  : “pasada ma roha dohot pikkiran mu amang , jala  sonang  ma roha  muna paborhatton ahu  marhamulian  tu silomo ni rohakku” ( satukan hati dan pikiranmu ayah, relakan hati kalian memberangkatkan saya memilih pemuda yang menjadi teman hidupku nanti). Kedua orang tuanya terdiam  tidak bisa berbicara apa-apa, karena Si Boru natumandi putri  yang sangat mereka sayangi dan kasihi.
Pada suatu hari , Si Boru Natumandi memberitahukan kepada orang tuanya  perihal keberangkatannya dan tentang apa saja  yang akan   mereka kerjakan setelah dia  berangkat dari rumah nanti.  Hal-hal yang akan mereka kerjakan dan yang perlu diperhatikan adalah :
  1. Mereka tidak perlu membuat pesta pemberangkatan,baru setelah 7 hari kemudian baru dibuat pesta yang besar sebab “ sinamot” [14] yang akan diberikan cukup besar. 
  2. Seperti  sinamot dari pihak laki- laki , mereka akan meninggalkannya di suatu tempat dengan jumlah 7 “ampang“ [15]. Sebelum 7 hari 7malam ampang itu tidak bisa dibuka oleh siapapun
  3. Setelah 7 hari 7 malam ampang itu baru bisa dibuka dan didalamnya akan terisi emas, itulah yang menjadi sinamot kami.
  4. Dalam  waktu 7 hari itu setelah kami berangkat, kami akan mengantar “pinahan“ [16] untuk dimakan, dan pada waktu pesta itu kami akan    mengantar kerbau sebagai “panjuhuti” [17]
  5. Tempat tinggal kami nantinya sangat jauh, kalian ikuti aja “sobuan” [18] yang saya jatuhkan mulai dari depan rumah kita. Dimana sobuan itu nantinya berakhir,sampai disitulah kalian mengikuti saya.sebab jalan yang saya lalui harus melalui sebuah gua yang ujungnya sampai ke daerah Toba dan bercabang ke daerah Penabungan.
Kedua orang tua si Boru Natumandi hanya diam mendengar semua yang dikatakan putrinya itu.  Mereka hanya pasrah dan menyerahkan semuanya kepada “Mulajadi Nabolon” [19]
Setelah tiba waktu keberangkatan Si Boru Natumandi,lalu dia memasak makanan yang lezat mulai dari pagi hari sampai sore hari. Setelah semuanya siap mereka berdua makan bersama ,kedua orang tua si Boru Natumandi melihat putrinya sedang makan bersama pemuda yang pernah mereka lihat waktu itu.
Sesudah mereka selesai makan, kemudian orang tuanya melihat mereka lagi tetapi si Boru Natumandi dan pemuda itu tidak ada lagi di tempat mereka makan. Lenyap seperti ditelan bumi,orang tuanya melihat makanan yang tersaji itu tidak berkurang sedikitpun dan sudah dingin seperti sudah lama ditinggalkan.
Pagi-pagi buta, ibu Si Boru Natumandi bangun bersama ibu-ibu lain melihat sobuan tersebut dan mengikutinya seperti yang di pesankan Si Boru Natumandi pada ibunya. Mereka mengikuti sobuan itu hingga sampai di depan mulut sebuah gua yang berada di tepi  Aek Situmandi dekat aek rangat [20]. Mereka memberanikan diri memasuki gua tersebut,tetapi karena terlalu gelap mereka memutuskan  untuk tidak meneruskannya terlalu dalam lagi. Mereka pulang dan memberitahukan kejadian tersebut. Kabar itu langsung tersebar  di seluruh Lembah Silindung.
Setelah matahari tebit dari atas Dolok Siatas barita, sampailah ke huta itu beberapa ekor “aili” [21] yang besar-besar dan gemuk.Sepertinya ada yang menyuruh mereka turun dari hutan menuju Dolok Siatas Barita. Semua aili itu jinak dan tidak meronta  sewaktu ditangkap dan disembelih oleh orang-orang kampung  untuk digunakan pada acara pesta. Seperti itulah terus menerus aili turun dari hutan  di atas Dolok Siatas Barita selama 7 hari, sampai-sampai semua orang yang datang ke acara pesta itu  membawa sebagian dagingnya ke kampung  masing-masing.
Mungkin sudah kemauan Tuhan Yang Maha Esa, sebab sebelum digenapi 7 hari 7 malam beberapa  orang dari keluarga dekat si Boru  Natumandi secara diam-diam  mengintip isi ampang itu. Padahal Siboru Natumandi sudah memberitahukan  bahwa ampang itu tidak bisa di buka oleh siapapun sebelum tergenapi hari yang dijanjikannya. Mereka melihat isi ampang itu hanya sobuan yang sudah mulai menggumpal seperti emas di dalamnya.
Setelah kejadian itu,ayah dan ibu Si Boru Natumandi bermimpi. Mereka didatangi putrinya dan memberitahukan bahwa sudah ada yang melihat ampang  yang telah dipesannya itu. Ampang dan isinya sudah hambar sebab pesannya sudah dilanggar.
Melihat semua kejadian yang menimpa keluarga dan putrinya,maka raja tersebut mengumpulkan semua raja-raja,tua-tua kampung dan semua penduduk hutabarat  berkumpul “martonggo” [22] ke Mulajadi Na Bolon “Tung naso jadi ma Boru Hutabarat nauli molo marhasohotan tu “Ulok” [23] (Tidak akan pernah ada lagi  boru Hutabarat yang cantik rupawan kalau jadinya kawin sama ular).
Disini kami menegaskan bahwa asumsi masyarakat selama ini tentang si Boru Natumandi (semua boru Hutabarat saat ini) yang sombong adalah salah, dimana menurut cerita selama ini bahwa secantik apapun boru Hutabarat pasti ada cacatnya. Banyak marga Hutabarat membeberkan hal tersebut, tetapi perlu digaris bawahi itu terjadi bukan karena kesombongan namun karena sumpah leluhurnya tersebut.
Namun semua itu dikembalikan kepada penilaian kita masing-masing, kalau kita tinjau dari segi agama mungkin sangat bertolak belakang. Agama pada dasarnya membenarkan  suatu kejadian yang benar-benar terjadi bukan rekaan. Kita bisa membacanya dari kitab yang kita yakini sesuai dengan agama yang kita anut. Tetapi walaupun demikian kita tidak bisa menyalahkan budaya batak terutama pada zaman dahulu. Zaman dahulu masyarakat Silindung masih mempercayai legenda atau cerita rakyat yang bersifat anonim bukan hanya cerita  “Si Boru Natumandi”, masih ada legenda lainnya yang dipercayai orang batak seperti ”Terjadinya Danau Toba di Samosir”. Sedangkan zaman sekarang yang diperlukan adalah perkembangan sumber daya  manusia (pendidikan/keterampilan) berdasarkan moral religius dan etika. Oleh karena itu, dari segi agama maupun budaya kita bisa memilah mana yang bisa kita terima secara logika.

[1] Sipelebegu, orang kafir, pemuja nenek moyang, penyembah arwah
[2] Sumber mengatakan Raja itu bernama Raja Ama Natidar. Raja Ama Natidar mempunyai 2 orang putra yaitu : Raja Natidar dan Tuan Jabut serta seorang putri yang cantik rupawan yang bernama Si Boru Natumandi
[3] Huta, desa, kota; marhuta, berkediaman di kampung; marhuta sada, berjalan-jalan, tidak tinggal di kampung, keluar kota, bepergian; huta sabungan, ibu kota, kampung induk; parhutaan, pemukiman, perkampungan; pardihuta, bini, isteri, yang bertugas di desa, (lawan parbalian); tarhuta, diketahui orang didesa bahwa orang berutang banyak; marhutahuta, mainan anak-anak bangun kampung-kampungan; raja hutam sesepuh kampung; Huta Raja, Huta Talun, Huta Pea, nama desa, nama kampung. Sumber mengatakan kampung itu bernama Banjar Nahor. Tahun 1985 kampung itu berganti nama menjadi Banjar Nauli. Hanya ada 2 kampung pada masa itu yakni Hutabagasan dan Banjar Nahor
[4] Aek Situmandi. Nama sebuah sungai di daerah Hutabarat Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara. Bentuk sungai sudah besar dan jalurnya sudah berubah.
[5] Pele kata dasar, mamele, umpele, menyajikan, mempersembahkan sajian, kurban kepada dewata atau roh; mamelehon, mempersembahkan sebagai kurban; pelean, persembahan, kurban sajian; mamele begu, memberi persembahan kepada nenek moyang, kepada roh-roh, menyembah roh; sipelebegu, orang kafir, pemuja nenek moyang, penyembah arwah. Dahulu Dolok Siatas Barita adalah tempat Penyembahan keturunan Guru Mangaloksa.
[6] Dolok Parsaktian. Dolok, gunung, pegunungan; dolokdolok, bukit, perbukitan; pardolok, penduduk gunung, juga: terletak di gunung; pardolohan, pegunungan.Di daerah Toba ada juga Dolok yang sama seperti Dolok Siatas Barita yang dijadikan masyarakat Balige dan sekitarnya menjadi tempat pamelean mereka yaitu Dolok Tolong
[7] Sopo, lumbung padi, di bawah atap disimpan padi, di ruang terbuka tempat menerima tamu serta tempat mengadakan pertemuan, di atas juga tidur para pemuda
[8] Ruma, rumah adat, terutama rumah Batak yang diukir; pardiruma, isteriku, nyonya rumah; di ruma, di nifas; ruma sahit, rumah sakit; dipaturuma, memanggil begu ke dalam rumah; ruma bolon, penjaga modal bersama, yang bertanggung jawab untuk itu.
[9] Desa, penjuru, mata angin; desa na ualu, delapan penjuru angin
[10] Parumaen, menantu perempuan; parumaen di losung, = parumaen sinonduk, calon menantu perempuan, yang sudah diterima dalam rumah sebagai pembantu dan sudah diberikan mas kawin, mengenai dia dikatakan: hira hatoban siulaon, alai hira raja nasida anggo di sipanganon, ia harus kerja seperti seorang hamba, tetapi ia peroleh makanan seperti seorang raja
[11] Martuaek, mengambil air
[12] Marhatobung. Yakni air sungai di permainkan dengan cara ditampar ,dipukul, dipotong dan disodok dengan tangannya  hingga menimbulkan suara atau musik yang sangat enak didengar.
[13] Ulubalang. Kata dasar Ulu, kepala; ulu ni timbaho, ujung lempeng tembakau yang paling enak rasanya; ulu ni rihit, gosong, busung pasir; P.B.: madungdung bulu godang tu dangka ni bulu suraton, molo mardomu angka na bolon, adong do ulu buaton, bambu besar menyentuh bambu kecil, manakala orang-orang besar bertemu pasti akan ada korban; manguluhon, memimpin perkara; pangulu, penengah antara dua pihak; pangulului, telah melihat setengah jalan (matahari); na pangului, jam 09.00 pagi; ulubalang, hulubalang, pendekar; ulubalang ari = hasiangan on;pangulubalang, patung kecil yang dipuja yang dimasukkan sedikit pupuk; hauluan = haulian = ulu, hauluan, tanda “i” dalam tulisan Batak: juga haulian; paulubalanghon, disewa sebagai hulubalang
[14] Sinamot.. Mas Kawin
[15] Ampang, bakul yang dianyam di bawah, berbentuk empat segi dan di atas bundar, juga dipakai sebagai takaran beras atau padi; parampangan, bakul besar dimana di dalamnya disimpan bakul-bakul kecil; na marampang na marjual, = na marpatik na maruhum, seseorang yang memakai takaran dengan baik dan jujur, menimbang secara adil dan punya undang-undang dan hukum keadilan; mangihut di ampang, berlangsungnya per-kawinan seorang gadis hanya dengan membawa bakul makanan buat pihak mertuanya, karena mahar (mas kawin) sudah beres sebelumya; marmanuk di ampang, meramalkan masa depan berdasarkan letak badan ayam yang lehernya dipotong segera ditutup dengan “ampang” (tentang dukun); parampang ni luat, bagian dari pekan yang dikhususkan bagi sesuatu daerah untuk menyimpan barang mereka; P.B.: sadampang gogo, sanjomput tua, tenaga satu ampang banyaknya, keuntungan hanya sejemput, kerja mati-matian, hasil minim; manghunti ampang, mempe- lai baru, yang pertama kali membawa makanan kepada mertuanya; suhi ni ampang na opat, sudut bakul nan empat, sebagai lambang empat fungsional penerima mas kawin pada adat menikahkan puteri empat; kerabat yang paling utama, dalam hal ini diingat kepada ampang yang ditutupkan datu pada ayam sembilahan itu, bila ayam itu menggelepar sampai keranjang jatuh, artinya celaka. Oleh karena itu keempat sudut keranjang harus diperberat.
[16] Pinahan. Ternak atau hewan yang di peliharaan (babi) yang di sembelih waktu perkawinan
[17] Juhut, daging; juhut bontar, orang utan, mawas; juhuton, muak, kebanyakan makan daging; juhutjuhuton, mengelupas pada kulit kuku; manjuhuti, menyediakan lauk daging; panjahuti, daging yang dibawa ayah mempelai laki-laki pada marunjuk
[18] Sobu, hidupkan api, lepas, sibuk, rajin pada sesuatu; manobu api, menutup api dengan abu, agar jangan padam betul; sobuon, tumpukan kulit padi, sekam, kulit tipis pada padi yang sewaktu menumbuknya menjadi lepas (ditebarkan pada api agar tidak mati); tano sobusobu, tanah yang lembek (seperti sobuon)..
[19] Mulajadi Na Bolon, dewa tertinggi yang menjadikan dunia dan nasib manusia berada dalam tangannya. Mula, mula, awal, asal; mulamula, mula-mula; di mula ni mulana, pada awal sekali; di mulana, mula-mula; parmulaan, permulaan; marmula, memulai; marmulahon, sesuatu sebagai asal mula-mula
[20] Rangat, aek rangat, air belerang, air hangat bersumber dari alam
[21] Aili, celeng, babi hutan
[22] Tonggo, martonggo, berdoa dalam agama animisme, berdoa kepada dewa; martonggo raja, mengundang raja-raja untuk turut berpesta; tonggotonggo, doa-doa bersifat agama.
[23] Ulok, ular; ulok na bisa, ular berbisa

Rabu, 10 Juli 2013

Kecoa dengan masalahnya

Berbahayakah Membunuh Kecoa?

Posted by Abahnya Kautsar pada 23 April 2013
English: Juvenile, Madagascar hissing cockroac...
English: Juvenile, Madagascar hissing cockroach at the Atlanta Botanical Garden. Taken 9/23/2007. (Photo credit: Wikipedia)
Saat lihat postingan beberapa teman di facebook, ada beberapa postingan yang sama atau setidaknya mirip, yang bersumber dari beberapa fans page, katanya kita dilarang membunuh kecoa dengan menginjaknya, atau membuat isi perutnya keluar,
Seperti ini contoh postingannya,
“BAHAYA MEMBUNUH KECOA”
Bila anda melihat binatang kecoa di rumah, jangan anda memukulnya sampai mati bahkan sampai (maaf) isi perut kecoa meletet keluar.
Karena didalam perut kecoa terdapat cacing halus/lembut yg tetap hidup meskipun diluar dari tubuh kecoa. Bila cacing ini sudah berada di luar dari tubuh kecoa (perut) dia akan bergerak untuk mencari tempat/indukan baru.
Cacing ini bentuknya sangat pendek, halus dan lembut akan terlihat kasat mata bila jarak pandang sekitar 10-20cm.
Untuk melihat cacing ini, anda dapat menaruh isi perut kecoa diatas kertas hitam atau diatas cermin… disitu akan terlihat pergerakannya.
Sangat berbahaya apabila cacing ini sampai menyentuh kulit tubuh kita (terutama kaki) karena dapat masuk melalui pori-pori kulit atau bila ada luka terbuka pada kulit luar.
Akan jauh lebih baik membasmi kecoa cukup dengan menggunakan semprotan anti serangga, yg dapat membunuh kecoa tanpa harus memukul hingga mengeluarkan isi perutnya.
 
Tersisa rasa penasaran tentang kebenaran berita seperti ini, karena selain tanpa sumber yang jelas, maka tidak bisa dikatakan sebagai sebuah hasil penelitian ilmiah. Maka untuk percaya begitu saja, kok susah ya? Daripada terus penasaran, mendingan cari sumber-sumber yang sekiranya bisa dipertanggungjawabkan.
Paling mudah cari di Google, dengan kata kunci “fakta tentang kecoa”, dihasilkan beberapa artikel seperti di bawah ini
 
FAKTA TENTANG KECOA
Untuk satu ekor kecoa yang anda lihat sebenarnya ada 20 lebih kecoa yang sedang bersembunyi dan bermultiplikasi dibelakang dinding anda, selokan, kamar mandi dll.
  • 1 ootheca kecoa dapat berisi 25-50 ekor anak kecoa, dan satu ekor kecoa dalam kondisi ideal dapat menghasilkan 5-10 ootheca dalam satu tahun.
  • Kecoa adalah makhluk yang tergolong tua dalam evolusinya di dunia diban-dingkan dengan manusia. Kecoa adalah salah satu hewan yang bentuk tubuhnya tidak banyak berbeda sejak serangga ini di temukan.
  • Cara makan Kecoa adalah dengan mengeluarkan seluruh isi perutnya keatas makanan yang akan dimakannya untuk membuat makanan menjadi mudah untuk dicerna.
  • Kecoa selalu berada ditempat yang tersembunyi dan telur mereka sangat terlindung dari insektisida. Tanpa peralatan khusus bahan-bahan dan keteram-pilan khusus. Perjuangan melawan kecoa merupakan suatu medan perang yang amat melelahkan.
[sumber]
Sampai artikel ini belum sesuai seperti yang diinginkan, berlanjut ke hasil berikutnya
10 Fakta mengenai kecoa
Kecoa, yang memiliki bahasa Inggris Cockroach, merupakan anggota dari ordo Blattaria dan memiliki 5 famili. Dilaporkan terdapat 4.000 spesies kecoa. Menurut WHO, 10 spesies dianggap merupakan penyebar penyakit. Jika sebagian besar kecoa berukuran kecil, Australian Giant Burrowing Cockroach atau Rhino Roach (Kecoa Badak ) dapat melebihi panjang 80 cm dan berat 35 gram (ada yang beratnya pernah dilaporkan sampai 50 gram!). Mereka dapat hidup sebulan atau lebih tanpa makanan, dan hanya seminggu tanpa air. Tanpa banyak basabasi lagi, inilah 10 fakta menjijikkan tentang kecoa yang menjijikkan.
1. Kecoa bisa terbang
Megaloblatta longipennis, seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas, dapat merentangkan sayapnya hingga 185 mm. Untungnya, dia hidup di Amerika Tengah dan Selatan. Pada umumnya, kecoa jarang terbang karena jika terbang, tubuh mereka akan panas jika mereka terbang.
2. Menyebabkan global warming
Studi menunjukkan bahwa kecoa kentut rata-rata tiap 15 menit. Bahkan setelah mati, mereka akan tetap melepaskan metana hingga 18 jam. Dalam skala global, gas dalam perut serangga diperkirakan menyumbang 20% dari semua emisi metana. Fakta ini menempatkan kecoa sebagai salah satu kontributor terbesar global warming. Kontributor besar lainnya adalah rayap dan sapi.
3. Mati telentang
Kecoa liar mati (pada sebagian besar kasus), di dalam perut burung-burung atau hewan kecil lainnya yang memakannya. Di rumah kita, mereka mati karena tidak dapat membetulkan posisinya setelah jatuh. Di alam liar, dimana banyak dedaunan dan kayu-kayu kering, kecoa memiliki sesuatu yang bisa dipegang, namun di rumah kita, dengan lantai yang licin, kecoa cuma bisa ‘terdampar’. Sebagai tambahan, beberapa insektisida bekerja dengan menyebabkan kekejangan otot dan kekurangan koordinasi otot, yang menyebabkan serangga terbalik posisinya. Tanpa kemampuan untuk mengontrol ototnya, kecoa mati dalam keadaan telentang.
4. Kecoa ‘internasional’
Nama ‘cockroach’ dipercaya berasal dari bahasa Spanyol ‘cucaracha’, dengan pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris ‘cacarootch’ di 1624. Kecoa juga punya nama internasional, seperti berikut ini.
A) Bulgarian: ???????? f
B) Chinese: ?? (zhang1 lang2)
C) Dutch: kakkerlak m
D) Hebrew: ??? m (jook)
E) Japanese: ???? (gokiburi)
F) Mongolian: ???? (joom)
G) Russian: ??????? m (tarakan)
H) Swedish: kackerlacka
I) Turkish: hamam böcegi
J) Urdu: ?????
5. Vocal Cords
Madagascar Hissing Cockroach yang terkenal itu dipercaya satu-satunya serangga yang menggunakan lorong udaranya untuk membuat suara. Sebagian besar serangga lain memproduksi berbagai suara dengan menggosok bagian-bagian tubuh bersama-sama (catatan: beberapa kumbang memaksa udara untuk melalui piringan pelindung mereka, namun ini tidak melibatkan sebuah lorong udara pernapasan). Hisser membuat dua suara berbeda, ketika mereka merasa terganggu dan ketika dua ekor jantan saling berhadapan. Karena mereka berukuran besar (5-8 cm) dan tidak memiliki sayap, mereka sering digunakan di film-film.
6. Tidak berkepala
Kecoa tidak membutuhkan kepala untuk dapat bertahan hidup. Sebagai pembanding, manusia membutuhkan kepala untuk 3 fungsi, antara lain:
1. Bernapas melalui hidung dan mulut, dan pernapasan dikontrol oleh otak.
2. Kehilangan kepala menyebabkan kehilangan darah secara drastis.
3. Kita makan melalui mulut.
Namun bagi kecoa:
1. Mereka bernapas melalui ventilator di seluruh tubuhnya dan otak tidak mengontrol fungsi ini.
2. Serangga tidak memiliki tekanan darah seperti pada mamalia dan tidak akan ‘bleed out’
3. Sebagai seekor hewan berdarah dingin, makanan yang sedikit dapat bertahan sebulan penuh. Kecoa tanpa kepala dapat bertahan hidup cukup lama.
7. Kecoa menyebabkan asma
Alergi kecoa pertama kali dilaporkan sekitar 50 tahun yang lalu, dan sangat berbahaya. Alergen kecoa adalah kotorannya dan serpihan-serpihan dari bangkai kecoa yang menjadi debu dan masuk ke dalam tabung bronchial. Kepekaan terhadap debu ini memicu reaksi alergi bronkial yang dikenal sebagai asma.
8. Mari berhitung
Kecoa Jerman (Blatella germanica) adalah hama kecoa yang paling banyak dengan siklus hidup sekitar 100 hari dan mereka hidup sekitar 6 bulan. Sang betina dapat memproduksi 6-8 tempat telur selama 6 bulan hidupnya, yang membuat 180-320 kecoa baru. Jika hanya 10 anaknya menjadi betina subur (dan itu merupakan perkiraan kecilnya – jumlahnya bisa lebih dari 100), ada ribuan ekor kecoa dalam beberapa bulan saja.
9. Mereka sangat cepat!
Penelitian menunjukkan bahwa kecepatan kecoa Amerika tercepat tercatat mendekati 2 mil per jam (75 cm per detik).
10. Kecoa dan radiasi
Ada pembicaraan yang menyatakan kecoa merupakan satu-satunya yang dapat bertahan hidup dalam serangan bom nuklir. Belum terbukti secara ilmiah, namun ada beberapa bukti logisnya. Sel-sel hidup sensitif pada radiasi terutama ketika mereka sedang membelah (itulah efektivitas dari radiasi pada sel kanker). Sel-sel kecoa membelah hanya pada saat siklus molting, sekitar sekali seminggu. Maka mereka bersifat sensitif pada radiasi hanya sekitar 48 jam, atau 1/4 minggu. Manusia memiliki darah dan immine stem-cell yang membelah secara konstan. Dengan radiasi bom nuklir, semua manusia akan mati, namun hanya 1/4 dari kecoa yang akan bertahan hidup. Yang menarik, Mythbusters melakukan tes dan ternyata kecoa dapat hidup pada intensitas radiasi 10x yang dibutuhkan untuk membunuh manusia.

[sumber artikel,  klik sub judul]
Bahkan pada artikel di atas, justru muncul kejanggalan berikutnya, tentang kecoa dan radiasi atau penyebab global warming, darimana lagi ini sumbernya?
Berlanjut ke hasil pencarian berikutnya,
 
Kenapa Kecoa Ditakuti??
1. Kotor 
Kecoa suka bersarang dan menetap di tempat lembab, gelap dan kotor seperti di got, di sampahan, di bawah lemari, di atap rumah, dan sebagainya.. Karena kaki dan badannya yang kotor maka kecoak bisa mendatangkan serta menularkan penyakit pada makhluk hidup termasuk manusia..
2. Kakinya Yang Tajam 
Pernahkan kecoa berjalan menyusuri bagian tubuhmu?? rasanya geli, tajam dan seram yang memberikan sensasi yang tidak menyenangkan bagi sebagian besar orang.. Apalagi klo kecoanya jalan”diatas mata.. >.<
3. Jalannya Oleng + Cepat 
Kecoa jalan seenak udelnya sendiri kemana pun dia mau sesuai dengan insting kebinatangannya dengan sensor dua antena di kepala.. Gerakan serta arah jalan dan terbang kecoak tidak dapat diduga.. Kecoa bisa dengan cepat dari sudut yang satu tiba-tiba mampir ke badan kita..
4. Warnanya Yang Gelap 
Kecoa warnanya coklat, tapi ada juga yang warnanya putih gelap (albino kali), hitam bercorak kuning, dan sebagainya.. Yang pasti warna itu terkesang kotor dan menjijikan siapa saja yang melihatnya..
5. Tahan Banting 
Kecoak kota (kecoak di perkotaan) nyaris tidak punya musuh, kecuali ya kita ini yang mati-matian berusaha untuk membunuh kecoa itu.. Faktanya, kecoak memiliki pelindung yang kuat di punggungnya yang membuat ia tidak mudah mati dipukul.. Oiya buat informasi jg ni, jangan kira kecoa langsung mati ketika dipukul ya! Beberapa menit kemudian kecoa itu akan kembali berjalan dan kabur entah kemana. (Playdeath, jgn tersinggung klo diboongin kecoa ya :p)..
6. Makan Kotoran 
Kecoa suka makan kotoran serta sisa makanan yang berceceran.. Ada jg kecoa yang senang sm kotoran/feses manusia.. Terkadang makanan kita yang kita simpan pun dimakan kecoa jika kita ngga hati”menyimpan makanan..
7. Buang Sembarangan 
Namanya jg bianatang, jadi terserah mau buang air di mana pun dia mau.. Ngga cm kotoran aja yang dia kluarkan, tp juga telur kecoa yang bercangkang keras yang ditempatkan di tempat yang tersembunyi dan sulit dijangkau..
[sumber]
Oke artikel di atas bisa dipahami, masuk akal dan sesuai fakta dan realita tentang kecoa, hanya saja belum connect dengan apa yang diinginkan pada kutipan awal tulisan ini.
Berlanjut ke pencarian berikutnya, dengan kata kunci “fakta tentang membunuh kecoa”, dihasilkan beberapa artikel yang sama dengan hasil dari keyword sebelumnya, meskipun beberapa tulisan hasilnya agak berbeda, seperti berikut ini,
Pengaruh Kecoa Terhadap Kesehatan
Kecoa adalah serangga dengan bentuk tubuh oval,pipih dorso-vental. Kepala tersembunyi dibawah pronotum. Pronotum dan sayap licin, nampaknya keras, tidak berambut dan berdri. Berwarna coklat dan coklat tua. Panjang tubuhnya bervariasi, berkisar antara 0.6 sampai 7.6 mm2 .
Kecoa adalah salah satu insekta yang termasuk ordo Ortopthera (bersayap dua) dengan sayap yang didepan menutupi sayap yang dibelakang dan melipat seperti kertas.
Kecoa terdiri dari beberapa genus yaitu Blaptella,periplaneta, blatta, supella, dan blaberus. Beberapa spesies dari kecoa blaptella germanika, periplaneta americana, periplaneta austalasiae, periplaneta fluginosa, blatta orientalis, dan supella longipalpa.
Kecoa termasuk phyllum Arthropoda, klas Insekta. Para ahli serangga memasukkan kecoa kedalam ordo serangga yang berbeda-beda. Maurice dan Harwood (1969) memasukkan kecoa ke dalam ordo Blattaria dengan salah satu familinya Blattidae Smith ( 1973 ) dan Ross ( 1965 ) memasukkan kecoa kedalam ordo Dicyoptera dengan sub ordonya Blattaria, sedangkan para ahli serangga lainnya memasukkan kedalam ordo Orthoptera dengan sub ordo Blattaria dan famili Blattidae.
Banyak orang merasa jijik dengan serangga yang satu ini. Tak heran, karena umumnya kecoa tinggal di tempat gelap yang kotor, lembab dan bau. Kecoa dengan mudah kita jumpai di rumah tinggal. Ia memakan hampir segala macam makanan yang ditemukannya untuk bertahan hidup. Baunya yang tidak sedap, kotoran dan kuman yang ia tinggalkan di setiap tempat yang ia hinggapi, membuat kecoa dianggap sebagai indikator sanitasi yang buruk. Berbagai kuman penyakit yang berasal dari tempat-tempat kotor menempel pada tubuh kecoa dan akan menempel di setiap tempat yang dia hinggapi. Oleh karena itulah kecoa dapat menjadi penyebab berbagi jenis penyakit mulai hari tipus, toksoplasma, hingga penyakit SARS yang mematikan, sehingga perlu dikendalikan populasinya.
Hewan yang biasa disebut lipas ini metamorfosisnya tidak sempurna dan banyak ditemukan di daerah tropis, bahkan sampai di daerah dingin. Kemampuannya dalam beradaptasi tidak perlu diragukan lagi, ia mampu bertahan hidup dalam kondisi yang ekstrem sekali pun.
Pengendalian kecoa dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan insektisida. Atau dengan menyiramkan air panas pada telur kecoa agar tidak menetas dan berkembang biak.
[Sumber: Kaskus]
Dari hasil pencarian ini, sepertinya ada yang nyangkut dengan apa yang kita maksudkan, contohnya bisa lihat di video ini dari komentator di forum tersebut tentang sayap kecoa yang diusapkan ke pipi kemudian ditunggu sekitar 15 menitan, maka kemudian akan keluar dari pipi yang diusap tersebut, seperti cacing yang telah makan lemak di pipi tadi.
kata tmen ane di kecoa terdapat berjuta” larva gan.
terus kan ada tuh video kecantikan wajah yg cairan nya di gosokin kemuka trus tunggu bbrapa lama ntar ada larva” kecil yg kluar.
terus katanya tmen ane itu pake sayap kecoa yang di lepasin dari badan nya nah kan ada cairan luka nya tu.
cairan nya itu yg bnyak larvanya.
terus di tempelkan di wajah, dan larva nya itu bakal makan lemak di wajah hingga gemuk dan kluar deh dari pori” wajah. . .

Rabu, 12 Juni 2013

Versi Lain Asal Usul Bahasa Indonesia


Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan tanggal yang sangat bersejarah bagi Bahasa Indonesia yang saat itu diresmikan menjadi bahasa negara dan bahasa persatuan dari sekian banyaknya bahasa daerah dinegara ini.

Banyak yang mengatakan bahwa Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu yang dimodifikasi lalu dicampur dengan bahasa-bahasa serapan dari berbagai daerah dan dari bahasa asing kemudian di bakukan. Sedangkan bahasa melayu sendiri berasal/berakar dari bahasa Austronesia yang mulai muncul sekitar tahun 6.000-10.000th lalu.


* Asal Usul Bahasa Austronesia menurut teori hipotesa Out of Taiwan *

Asal usul bahasa Austronesia, ada beberapa hipotesa tetapi yang paling umum adalah hipotesa bahwa asal usul leluhur penutur bahasa Austronesia adalah Formosa (Taiwan) atau lebih dikenal dengan teori hipotesa Out of Taiwan. Salah satu pakar linguistik yang sangat mendukung teori ini adalah Robert Blust.

Sejak tahun 1970-an Blust telah mencoba merekontruksi silsilah dan pengelompokan bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia, misalnya kosakata protobahasa Austronesia yang berkaitan dengan flora dan fauna serta gejala alam lain.

Blust juga membuat rekontruksi pohon kekerabatan rumpun bahasa Austronesia dan perkiraan waktu percabangannya, mulai dari Proto-Austronesia hingga Proto-Oceania. Para leluhur ini pada awalnya berasal dari Cina Selatan yang kemudian bermigrasi ke Taiwan pada 5.000-4.000th SM, namun akar bahasa Austronesia baru muncul beberapa abad kemudian di Taiwan.

Kosakata yang dapat direkonstruksi dari bahasa awal Austronesia yang dapat dilacak antara lain : rumah tinggal, busur, memanah, tali, jarum, tenun, mabuk, berburu, kano, babi, anjing, beras, batu giling, kebun, tebu, gabah, nasi, menampi, jerami, hingga mengasap.

Para petani purba di Taiwan ini berkembang cepat dan lalu terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok yang hidup terpisah dan bahasanya menjadi berbeda-beda dengan setidaknya kini ada sembilan bahasa yang teridentifikasi sebagai bahasa formosa.

Migrasi leluhur Taiwan ke Filipina mulai terjadi pada 4.500-3.000th SM. Leluhur ini adalah salah satu dari kelompok yang memisahkan diri. Mereka bermigrasi ke selatan menuju Kepulauan Filipina bagian utara yang kemudian memunculkan cabang bahasa baru yakni Proto-Malayo-Polinesia (PMP).

Tahap berikutnya terjadi pada 3.500-2.000th SM dimana masyarakat penutur bahasa PMP yang awalnya tinggal di Filipina Utara mulai bermigrasi ke selatan melaluli Filipina Selatan menuju Kalimantan dan Sulawesi serta ke arah tenggara menuju Maluku Utara.

Proses migrasi ini membuat bahasa PMP bercabang menjadi bahasa Proto Malayo Polinesia Barat (PWMP) dikepulauan Indonesia bagian barat dan Proto Malayo Polinesia Tengah-Timur (PCEMP) yang berpusat di Maluku Utara.

Namun pada 3.000-2000th SM leluhur yang ada di Maluku Utara bermigrasi ke selatan dan timur. Hanya dalam waktu singkat migrasi dari Maluku Utara mencapai Nusa Tenggara sekitar 2.000th SM yang kemudian memunculkan bahasa Proto Malayo Polinesia Tengah (PCMP).

Demikian pula migrasi ke timur mencapai pantai utara Papua Barat dan melahirkan bahasa-bahasa Proto Malayo Polinesia Timur (PEMP). Migrasi dari Papua Utara ke barat terjadi pada 2.500th SM dan ke timur pada 2.000-1.500th SM dimana penutur PEMP di wilayah pantai barat Papua Barat melakukan migrasi arus balik menuju Halmahera Selatan, Kepulauan Raja Ampat, dan pantai barat Papua Barat yang kemudian muncul bahasa yang dikelompokkan sebagai Halmahera Selatan Papua Nugini Barat (SHWNG).

Setelah itu kelompok lain penutur bahasa PEMP bermigrasi ke Oseania dan mencapai Kepulauan Bismarck di Malanesia sekitar 1.500th SM dan memunculkan bahasa Proto Oseania.

Sedangkan di Kepulauan Indonesia di bagian barat, setelah sempat menghuni Kalimantan dan Sulawesi, pada 3.000-2.000th SM, penutur PWMP bergerak ke selatan, bermigrasi ke Jawa dan Sumatera.

Penutur PWMP yang asalnya dari Kalimantan dan Sulawesi itu lalu bermigrasi lagi ke utara antara lain ke Vietnam pada 500th SM dan Semenanjung Malaka. Dan menjelang awal tahun Masehi penutur bahasa PWMP menyebar lagi ke Kalimantan (arus balik) sampai ke Madagaskar.

Bentuk rumpun bahasa Austronesia ini lebih menyerupai garu daripada bentuk pohon. Karena semua proto-bahasa dalam kelompok ini, dari Proto Malayo Polinesia hingga Proto Oseania menunjukan kesamaan kognat yang tinggi, yaitu lebih dari 84 persen dari 200 pasangan kata.

Bahasa Indonesia sekarang ini, sudah sangat kompleks karena penuturnya tidak hanya hidup dengan sukunya masing-masing dan beradaptasi dengan rumpun bahasa dunia lainnya seperti dari India, Arab, Portugis, Belanda dan Inggris.

Nonton TV

Halaman